Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cermin Bening Singkawang

Kompas.com - 22/02/2015, 12:11 WIB

Ini juga terjadi pada Thomas Sungkar (33), Direktur Operasional Radio Mustika FM Singkawang. Dia berdarah Tionghoa. Ketika lahir, ayahnya, yang tidak dapat berbahasa Indonesia, kesulitan memberinya nama. Dia lantas mendatangi Kepala Kampung Turi, Dusun Durian, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas. Kepala kampung lalu memberinya nama Thomas Sungkar.

Di kalangan anak muda terkenal produk budaya tari tiga etnis. Tari ini biasa dimainkan oleh muda-mudi Tionghoa, Dayak, dan Melayu. ”Gerakan dan kostumnya menyimbolkan persatuan antaretnis,” kata Yoris (26), pekerja seni yang aktif di sanggar tari.

Tampaknya akulturasi tari itu babak lanjutan dari akulturasi fase awal sebagaimana yang dijelaskan oleh Mely G Tan dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia (1979). Dia menjelaskan, irama hidup etnis Tionghoa di Kalimantan Barat, termasuk Singkawang, sangat Indonesia. Bahkan, mereka mengganti alat-alat pertanian dari yang semula sangat Hakka (daerah asal mereka) menjadi sangat Indonesia, seperti tongkat penggali Dayak dan pisau penunai Melayu.

Etnis Tionghoa di sana sepenuh hati mengakui Indonesia sebagai Tanah Air. Nama Kota Singkawang diambil dari bahasa Khek, San Kew Jong, yang berarti kota di kaki gunung dekat muara dan laut. Etnis Tionghoa merasa memiliki Tanah Air ini sehingga di masa pra-kemerdekaan mereka turut berjuang. Beberapa di antara mereka menjadi pahlawan dan namanya terukir sebagai nama jalan di Singkawang.

”Kami ini di sana (Tiongkok) sudah tidak tahu asal-usul kami. Karena lahir dan besar di sini. Kami ini Indonesia,” kata Lie Li Fat (69), salah satu tetua etnis Tinghoa Singkawang.

Keterbukaan dan kelenturan etnis Tionghoa menyerap nilai-nilai lokal membuat mereka diterima sebagai saudara sendiri. Ini yang kemudian menjadi pilar penting dalam menjaga keutuhan sosial.

Tatkala suhu politik memanas diikuti dengan mencuatnya sentimen etnis, seperti menjelang pilkada, Singkawang selalu aman. Tak pernah ada konflik terbuka.

Bong Su Kiong merasakan setiap menjelang pemilihan kepala daerah ada kecenderungan warga Singkawang memilih calon berdasarkan etnisnya. Ini kemudian memunculkan gesekan-gesekan kecil. ”Wajar ada provokasi-provokasi. Namun, sebagian besar warga lebih melihat kemampuan calon, bukan etnisnya,” kata pria yang aktif di beberapa lembaga sosial ini.

Ibarat karet, kelenturan dan kohesi antaretnis di Singkawang begitu kuat. Singkawang adalah cermin bening persaudaraan. (Mohammad Hilmi Faiq)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com