Salin Artikel

Sisi Lain Prajurit Penjaga Perbatasan Indonesia-Malaysia: Jadi Petani, Guru, dan Nakes Sekaligus

SEBANYAK 350 prajurit Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Indonesia-Malaysia, berasal dari Batalyon Armed 16 Tumbak Kaputing, berjaga siang dan malam di sektor barat perbatasan darat sepanjang 360 kilometer.

Mereka tersebar di 26 pos penjagaan, mencakup tiga pos lintas batas negara (PLBN), yakni Aruk, Jagoi Babang, dan Entikong. 

Namun, keseharian mereka tidak hanya menjadi tentara yang menjaga perbatasan dengan bermodalkan seragam dan senjata. Mereka juga adalah petani, guru, dan bila perlu tenaga kesehatan, sekaligus dalam satu waktu.

Saya, Hendra Cipta, Jurnalis Kompas.com, didampingi Perwira Hukum Satgas Pamtas Letda Affrian, berkesempatan mengunjungi dua di antara 26 pos penjagaan tersebut.

Dua pos tersebut adalah Pos Panga di Desa Semanget, Kecamatan Entikong, dan Pos Bantan di Desa Bungkang, Kecamatan Sekayam. Keduanya ada di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar).

Pos Panga merupakan pos penjagaan perbatasan terdekat dari PLBN Entikong. Meski demikian, menuju pos ini hanya bisa menggunakan sepeda motor, melewati perkampungan Dusun Panga dan sebuah jembatan gantung.

Jalannya cukup baik dengan lebar hampir dua meter. Itu pun, waktu tempuhnya tak kurang dari 45 menit.

Sampai di pos, saya langsung diperlihatkan sepetak kebun kacang panjang, timun, dan jagung. Di sisi lain pos, ada juga keramba ikan nila.

“Ini adalah program unggulan ketahanan pangan kami,” kata Komandan Pos Panga Letda M Ilham, yang menyambut saya, Jumat (18/8/2023) pagi.

Menurut Ilham, program tersebut baru rintisan. Mereka baru ditugaskan di situ. 

Namun, Ilham berharap, program pertanian itu berhasil sehingga dapat membantu meringankan beban masyarakat sekitar.

“Nanti, (hasil) panennya dibagikan kepada masyarakat sekitar,” ujar Ilham.

Selain bertani, Ilham bertutur ada satu anggotanya yang memiliki spesifikasi sebagai tenaga kesehatan. Anggotanya ini sekarang menjadi andalan masyarakat setempat. 

“Kami di sini memberikan pelayanan kesehatan gratis. Masyarakat yang sakit demam bisa datang ke sini atau (mereka) menelepon dan kami akan datang ke rumahnya,” ucap Ilham.

Menurut Ilham, di desa tersebut memang ada bidan pondok bersalin desa (polindes) dan jarak ke Puskesmas Entikong pun tidak begitu jauh. Bedanya, di kedua layanan itu masyarakat harus membayar.

“(Sementara) kami ikhlas saja membantu, selagi masih ada obatnya. Kalau habis pun kami bisa minta lagi,” ungkap Ilham.

Selain itu, perkampungan Dusun Panga tidak bisa dicapai dengan mobil. Akses penghubung ke sana dari pusat Desa Semanget hanyalah jembatan gantung. Ada Sungai Sekayam yang harus mereka seberangi melewati jembatan itu.

Karenanya, jika ada warga kampung dusun yang sakit keras dan harus dirujuk ke rumah sakit maka satu-satunya cara membawanya adalah dipikul dengan tandu.

“Jaraknya dari kampung ke jembatan gantung bisa mencapai 3-4 kilometer. Nanti setelah jembatan sudah bisa pakai mobil,” jelas Ilham.

Cerita dari Pos Bantan

Dari Pos Panga, kami melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor ke Pos Bantan di Desa Bungkang, Kecamatan Sekayam, Sanggau. Jarak kedua pos lebih dari 40 kilometer.

Perjalanan kali ini melalui Jalan Lintas Malindo, lalu masuk ke Pasar Balai Karangan, Sanggau. Kami kemudian diajak masuk ke perkampungan Dusun Bantan.

Komandan Pos Bantan Letda Sugeng mengatakan, mereka baru saja memberikan materi baris-berbaris kepada siswa dan siswi sekolah dasar setempat.

Menurut Sugeng, kegiatan tersebut dilakukan rutin di setiap akhir pekan. Sugeng mengaku senang dengan aktivitas itu karena anak-anak antusias mengikuti pelajaran tersebut.

“Kita mengajar anak-anak untuk baris berbaris sekaligus untuk membentuk kepribadian mereka,” kata Sugeng.

Tidak hanya itu, di sini ada anggota Pamtas yang ditugaskan khusus memberi mata pelajaran agama Islam di sekolah dasar tersebut. Anggota tersebur juga diminta mengajarkan membaca Alquran kepada siswa Muslim.

“Kadang kami (juga) diminta menggantikan guru yang berhalangan hadir,” ucap Sugeng.

Mewakili negara

Komandan Satgas Pamtas Indonesia-Malaysia Batalyon Armed 16 Tumbak Kaputing Mayor Arm Andreas Prabowo Putro menambahkan, tugas pokok yang diberikan negara melalui Mabes TNI kepada Pamtas memang bukan hanya melakukan pengamanan perbatasan. 

“Keberadaan kami di perbatasan ini semoga juga bisa mewakili negara, bahwa kita perhatian terhadap masyarakat perbatasan,” kaya Andreas.

Andreas mengaku telah memerintahkan seluruh prajuritnya untuk membantu masyarakat sekitar yang membutuhkan. Misalnya, sebut dia, dengan memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, pangan, serta perbaikan sarana dan prasarana.

“Kami sudah melakukan sunatan massal dan pengobatan dari rumah ke rumah,” ucap Andreas menambahkan contoh.

Bahkan, lanjut Andreas, ada anggota yang telah rutin mengajar di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SMP) yang berada di wilayah pos pengamanan masing-masing.

“Warga-warga yang buta huruf menjadi perhatian kami pula,” ungkap Andreas.

Sebagai informasi, lima jurnalis Kompas.com menyambangi lima lokasi PLBN dalam rangkaian perjalanan pada kurun 14-19 Agustus 2023. Kami menyambangi lima PLBN yang berbeda di Indonesia.

Peliputan khusus di lima lokasi perbatasan ini merupakan kolaborasi Kompas.com dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Catatan perjalanan dan kisah dari perbatasan akan tersaji di Kompas.com dalam liputan khusus Merah Putih di Perbatasan, yang mulai tayang pada Selasa (15/8/2023).

https://regional.kompas.com/read/2023/08/19/100040878/sisi-lain-prajurit-penjaga-perbatasan-indonesia-malaysia-jadi-petani-guru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke