Salin Artikel

Sepenggal Kisah Eks Warga Timor Timur: Mengungsi Bersama Puluhan Orang dalam Truk

SELAMA lebih dari dua dekade, sebagian warga eks pengungsi Timor Timur hidup di tanah Nusa Tenggara Timur (NTT), seusai disahkannya hasil referendum pada 1999 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Hasil referendum itu memberikan dua pilihan bagi warga, yakni menetap atau angkat kaki dari Timor Timur. Pilihan untuk angkat kaki dari tanah kelahirannya di Timor Timur dipilih keluarga Filomena Caibuti (40).

Filomena berbagi kisah yang mencekam baginya itu kepada saya, Zintan Prihatini, jurnalis Kompas.com dalam liputan khusus Merah Putih di Perbatasan.

Siang yang terik menemani perbincangan saya dengan Filomena, tepat di Hari Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia di Motaain, Belu, NTT, Kamis (17/8/2023).

Ibu dari empat anak ini tampak mengunyah kapur sirih sambil memangku buah hatinya. Rumah Filomena berada tak jauh dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, yang menjadi gerbang perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Kisah Filomena

Saya membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan, "Bagaimana rasanya hidup di wilayah perbatasan?"

Mendengar itu, Filomena tersenyum tipis. Dia mengaku berasal dari Provinsi Timor Timur yang kini telah merdeka dan menjadi negara Timor Leste. Filomena bersama adik-adik dan ibunya mengikuti keputusan sang ayah yang kala itu tergabung dalam kesatuan TNI.

"Kami dari sana (Timor Timur) mengungsi, datang ke sini. Tiga kepala keluarga (KK) naik satu truk karena tidak ada kendaraan lagi. Bapak saya juga tentara. Kami mau datang ke sini susah, sudah tidak ada kendaraan," ujar Filomena.

Setidaknya, lanjut dia, ada puluhan orang yang duduk bersamanya di dalam truk pengap itu. Dalam kondisi ketakutan, kala itu Filomena dan keluarganya menuju Atambua untuk berlindung.

Samar-samar ia mencoba kembali mengingat perjalanannya memilih menetap menjadi Warga Negara Indonesia. Hal yang paling melekat, sebut dia, adalah suasana pada saat itu sangat keruh.

"Usia saya sekitar 16 tahun, saya sampai putus sekolah di kelas 3 SMP. Kami datang ke keluarga, kebetulan di sini ada keluarga di Atambua. Jadi kami langsung ke rumahnya, menginap di situ," ungkap Filomena.

Sesampainya di Atambua, keluarga Filomena memutar otak untuk bertahan hidup. Alhasil, mereka mencari tanah dan mendirikan rumah sederhana di Atambua.

"Saya punya adik-adik, semuanya ikut di sini. Tetapi ada yang memilih ke Timor Leste, (yaitu) nenek, om, saudara yang lain semua di sana," paparnya.

Seiring berjalannya waktu, Filomena menikmati kehidupannya di Atambua. Dia kemudian menikah dan memiliki keluarga dengan empat orang anak yang masih bersekolah.

Setelah menikah dengan suaminya itulah, Filomena menempati rumah yang dibangun di Motaain, kawasan perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.

"Kami cari hidup bebas, jadi aman. Sudah aman. Dulu perbatasan masih rawan juga, di sini kan perbatasan. Tetapi tetap dijaga," tutur Filomena.

Filomena mengatakan, banyak perubahan selama ia hidup di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Ia menjadi saksi hidup tentang desa yang semula masih tertinggal kini punya infrastruktur termasuk jalan raya beraspal.

Kendati demikian, menurut dia belum semua desa memiliki jalan yang mulus. Beberapa jalan di desa lain bahkan rusak dan rawan longsor.

Berharap dapat bantuan perahu untuk berlayar

Sesekali Filomena menatap ke arah jalan yang berada di depannya. Mulutnya masih sibuk mengunyah sirih pinang yang sudah berubah warna menjadi merah.

Filomena kemudian menyampaikan harapannya kepada pemerintah. Berharap bantuan. 

"Suami kan nelayan. Jadi kami minta dapat bantuan dari pemerintah seperti perahu, mesin, pukat. Saya belum pernah dapat bantuan," kata dia.

Selain itu, Filomena meminta agar harga sembilan bahan pokok (sembako) di wilayah perbatasan bisa terjangkau. Pasalnya, penghasilan sang suami menjadi nelayan tak menentu.

"Harapan saya, semoga ke depan masyarakat di sini dapat bahan pokok dengan harga lebih murah," sebut Filomena.

Tim Kompas.com melihat perayaan dan juga pelaksanaan upacara HUT ke-78 Republik Indonesia di PLBN Motaain, sebagai kolaborasi bersama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam liputan khusus Merah Putih di Perbatasan.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/17/194730878/sepenggal-kisah-eks-warga-timor-timur-mengungsi-bersama-puluhan-orang-dalam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke