Salin Artikel

Cerita Para Petani Bangka, Harga Pupuk Malah Naik Saat Harga Sawit Menyedihkan

Sejak lima bulan terakhir, harga jual tandan buah segar (TBS) sawit tertahan di angka Rp 700 per kilogram.

Seiring anjloknya harga, pasokan pupuk juga semakin sulit didapat.

"Terakhir kami panen dua pekan lalu 3,9 ton dengan harga Rp 700 per kilogram. Tak cukup kalau dikeluarkan biaya hidup dan pupuk," ujar Tarmizi kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Tarmizi menuturkan, selama ini petani sawit terbiasa menerima pasokan pupuk dari tengkulak.  Pembayarannya langsung dipotong saat setor hasil panen.

Karena harga TBS sawit turun drastis, tengkulak tak mau lagi menyalurkan pinjaman pupuk.

"Enggak mungkin lagi dipotong dengan pinjaman pupuk. Jika 3,9 ton, kami hanya dapat Rp 2.730.000," ujar Tarmizi.

Harga pupuk non subsidi, kata Tarmizi juga terbilang mahal. Harganya berkisar Rp 800.000 untuk pupuk urea kemasan 50 kilogram dan Rp 950.000 untuk jenis KCL dan NPK.

Bahkan untuk jenis KCL dan NPK diprediksi harganya bakal terus naik disebabkan barang impor dari Rusia dan Jerman.

"Petani sangat bergantung KCL dan NPK karena fungsinya untuk merangsang buah. Sementara dalam negeri kita kan urea, ini lebih untuk ke daun dan pohonnya," ujar alumni Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung (UBB) itu.

Menurut Tarmizi, para petani sawit tak bisa serta merta mengandalkan pupuk alternatif seperti kompos atau pupuk kandang.

Sebab jenis pupuk tersebut harus didukung ketersediaan hewan ternak.

Jumlah ternak juga harus banyak agar bisa mengimbangi kebutuhan lahan sawit.

"Sulit bagi petani mengelola ternak dalam jumlah banyak sehingga pupuk pabrikan tetap dibutuhkan," beber Tarmizi.

Imbas semakin mahalnya pupuk pabrikan, petani terpaksa mengurangi durasi pemupukan dari biasanya setiap bulan menjadi dua bulan sekali.

Selain itu petani juga membeli tandan sawit kering atau jankos dari pabrik yang harganya Rp 600.000 per truk.

"Jangkos jadi alternatif daripada tidak dipupuk sama sekali. Tapi ini juga kurang nutrisinya sehingga panen diprediksi berkurang," ucap Tarmizi.

Tarmizi berharap, Kementan, Kemenkeu, Kemendag membuat regulasi dalam memenuhi kebutuhan petani, khususnya kelapa sawit dengan harga TBS yang harus stabil di angka Rp 3.000 per kilogram.

"Untuk DPRD diharapkan bisa merancang perda khusus perlindungan petani sawit rakyat. Saran, segera dibuat lembaga atau badan otonom independen semacam komisi atau badan pemantau yang diisi oleh publik, apalagi sawit menyumbang devisa yang besar bagi negara," ungkap Tarmizi.

Sementara, Indra, petani sawit di Bangka Tengah, mengaku kebutuhan akan pupuk pabrikan terpaksa ditekan karena melonjaknya harga.

Indra tak mampu lagi membeli pupuk dalam jumlah banyak karena penghasilan tidak seimbang.

"Kabarnya perang Rusia-Ukraina juga menyebabkan pupuk impor mahal," ujar Indra.

Menurut Indra, harga jual sawit yang berkisar Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per kilogram tidak bertahan lama.

Kemudian harga anjlok di kisaran Rp 700 sampai Rp 1.000 per kilogram.

Acuan pembelian terendah di tingkat petani Rp 1.650 per kilogram juga belum dirasakan.

"Banyak yang sengaja tidak panen karena harga hancur," ujar dia.

Indra berharap, pemerintah bergerak cepat memperbaiki tata kelola industri sawit agar predikat sebagai pemimpin pasar dunia berbanding lurus dengan naiknya harga di tingkat petani.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/18/164822878/cerita-para-petani-bangka-harga-pupuk-malah-naik-saat-harga-sawit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke