Salin Artikel

5 Fakta Dampak Kabut Asap Karhutla, Udara Tak Sehat hingga Menyiksa Rakyat

Sebagaimana diketahui, hingga kini, masih terdapat sejumlah titik api di lahan gambut, yang tersebar di beberapa wilayah di Bumi Lancang Kuning. Seperti di Pekanbaru, Pelalawan, Siak, Bengkalis, Dumai, Kampar, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir.

Sementara tim Satgas Karhutla di Riau, yang terdiri dari TNI, kepolisian, BPBD, Manggala Agni dan Masyarakat Peduli Api, masih berjibaku memadamkan api. Bahkan, ada petugas yang sampai tidur di hutan demi memadamkan api.

Namun, berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kabut asap tidak hanya akibat karhutla di Riau sendiri. Tapi juga disebut asap kiriman dari karhutla di Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Berikut ini 5 fakta dampak kabut asap karhutla, yang dirangkum Kompas.com, Senin (16/9/2019).

Kabut asap mengakibatkan kualitas udara di Riau memburuk. Mulai dari level tidak sehat, sangat tidak sehat, dan bahkan ada yang berbahaya disejumlah permukiman warga.

Berdasarkan data yang diterima Kompas.com dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Kamis (12/9/2019) lalu, Indeks Standard Pencemar Udara (ISPU) di level berbahaya terdapat di delapan wilayah, sebagai berikut.

Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, dengan angka diatas 500. Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, dengan angka 473. Duri Field, Kabupaten Bengkalis, dengan angka 481. Duri Camap, Bengkalis, dengan angka diatas 500. Kota Dumai, dengan angka 404. Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, dengan angka diatas 500. Kecamatan Libo, Rokan Hilir, diatas 500 dan Desa Petapahan, Kabupaten Kampar, dengan angka 345.

Kabut asap pekat dan udara tidak sehat menyebabkan warga takut keluar rumah.

Hal itu diakui warga di Pekanbaru, Rozalinda (35) saat diwawancarai Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

"Ya, jadi takut dan keluar rumah. Walaupun rumah sudah ditutup semua, tapi asap masih terasa," ucap Rozalinda, Jumat.

Warga lainnya, Yenirika juga mengaku takut keluar rumah karena takut dengan kabut asap. Apalagi, dia punya bayi yang usianya baru dua bulan.

"Jadi takut keluar rumah, karena udara tidak sehat. Kasian anak saya kena asap," sebut Yenirika.

Hal senada diakui Ayi Nuandra (36). Karena kabut asap pekat, dia jadi takut keluar rumah.

"Saya gak berani keluar rumah. Dari hari Senin (9/9/2019) kami gak ada buka pintu rumah. Udah mengeluh juga anak-anak pengen main keluar, tapi saya larang karena kabut asap pekat," ungkap Ayi kepada Kompas.com.

Kabut asap sudah berdampak terhadap kesehatan masyarakat di Riau. Seperti di Pekanbaru, ribuan rakyat menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Warga terpapar kabut asap, rata-rata mengalami batuk filek, sesak nafas, pusing, demam, muntah-muntah.

"Saya sesak napas dan batuk. Dua anak saya juga sudah tiga hari demam, batuk dan muntah-muntah," akui salah seorang warga Pekanbaru, Ayi Nuandra (36) saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (14/9/2019).

Warga Pekanbaru lainnya, Citra (32), mengaku sesak napas, batuk filek dan demam.

"Udah tiga hari saya sakit. Batuk berdahak, tenggorokan juga sakit. Makan jadi susah," akuinya kepada Kompas.com, Minggu (16/9/2019).

Untuk antisipasi dampak kabut asap, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktifitas di luar rumah.

Masyarakat juga disarankan agar selalu memakai masker, kemudian memperbanyak minum air putih, makan sayur, makan buah dan minum vitamin.

Warga yang terpapar kabut asap akibat karhutla terpaksa mengungsi untuk mendapatkan udara segar.

Salah satu tempat mengungsi warga, yakni di posko pengungsian dan posko kesehatan yang dibuka DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Riau di Jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau.

Salah seorang pengungsi, Indah (28), mengaku sudah tiga hari mengungsi bersama tiga orang anaknya di posko pengungsian.

"Saya di sini sejak, Jumat (13/9/2019). Karena anak paling kecil, Sophia umur 10 bulan, sesak napas. Kakaknya, Fatimah dan Fatiyah kena asma. Tapi sudah diberikan nebulizer, alhamdulillah udah mendingan," ucap Indah kepada Kompas.com, Minggu (16/9/2019).

Warga lainnya, Nurlela (30), mengungsi karena terpapar kabut asap. Dia mengungsi bersama suami, Aris (30), dan tiga orang anaknya ke posko pengungsian di kantor DPW PKS Riau.

Nurlela belum memastikan bisa pulang ke rumahnya. Karena asap masih pekat.

"Gimana mau pulang, asap masih pekat, udara tidak sehat. Masih nyaman di sini (posko). Udara di sini sehat, dan tempatnya bersih. Makan ditanggung. Kebetulan satu anak saya yang paling besar juga masih libur sekolah, jadi masih bertahan di sini," ungkap Nurlela kepada Kompas.com, Minggu.

Siswa sekolah di Kota Pekanbaru, diliburkan akibat kabut asap karhutla makin pekat.

Untuk siswa sekolah, mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA diliburkan sejak, Selasa (10/9/2019) lalu.

Tak hanya siswa sekolah, mahasiswa juga turut diliburkan sejak, Kamis (12/9/2019).

Rektor UMRI Dr Mubarak saat dikonfirmasi Kompas.com, membenarkan, kampus diliburkan karena kabut asap pekat.

"Benar. Jumat sampai Sabtu (14/9/2019)  aktivitas di kampus kita liburkan," sebut Mubarak melalui pesan WhatsApp, Kamis.

Dia mengatakan, jika kondisi kabut asap berkurang, Senin (16/9/2019), aktivitas perkuliahan akan diaktifkan kembali seperti biasa.

"Diharapkan tiga hari ke depan kualitas udara sudah semakin membaik, maka Senin pelayanan akademik di kampus kita buka kembali," kata Mubarak.

https://regional.kompas.com/read/2019/09/16/06162731/5-fakta-dampak-kabut-asap-karhutla-udara-tak-sehat-hingga-menyiksa-rakyat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke