Salin Artikel

Disomasi FITRA, Ketua DPRD Sumut "Curhat" soal Absen Berjamaah Para Wakil Rakyat, Sampai Nasib Guru Honorer

Gara-gara sidang paripurna dengan agenda pengambilan keputusan bersama DPRD dan gubernur Sumut terhadap Rancangan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2019 pada Selasa (27/8/2019) lalu.

Pengesahannya dua kali gagal karena jumlah anggota dewan yang hadir tidak memenuhi syarat.

Ketua DPRD Sumut kemudian memutuskan menyerahkan dokumen RAPBD Perubahan Provinsi Sumut 2019 tanpa persetujuan bersama kepada Kementerian Dalam Negeri.

"Saya, atasnama pimpinan dewan mengucapkan terima kasih telah diingatkan secara terbuka. Langsung kami rapat fraksi dan menugaskan badan anggaran hari ini berkonsultasi ke Mendagri," katanya kepada Kompas.com, Kamis (5/9/2019).

Konsultasi sudah lebih dulu dilakukan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan hasilnya dalam bentuk notulen rapat.

"Kami tidak mau hanya mendengar informasi dari Pak Gubernur. Kita ke mendagri, sikap kita kan, meneruskan karena tidak bisa diputuskan di sini. Sekarang kita menunggu sikap lanjutan dan permintaan Mendagri kepada DPRD Sumut. Yes or not..." ucapnya.

Tidak quorum

Ditanya apakah pihaknya menyalahi prosedur sampai disomasi, Wagirin bilang, prosedur dan tata tertib sudah sesuai. Cuma karena tidak qourum dan memutuskan tidak ada perubahan lalu menyerahkan ke Mendagri dianggap tidak sah.

Menurutnya, DPRD Sumut memang belum pernah berkonsultasi dengan Mendagri pascagagalnya RAPBD Perubahan tersebut.  Ditanya lagi, apakah tidak qourum-nya sidang paripurna karena disharmonisasi antara legislatif dengan eksekutif, dia membantahnya.

"Tidak ada hubungannya ada atau tidak ada disharmonisasi. Ini tugas kelembagaan DPR bersama gubernur mengesahkan Perda dengan P-APBD 2019," ujar dia.

Soal undangan makan malam yang dilakukan gubernur kepada semua anggota dewan periode 2014 - 2019 yang dituding "politik dinner" sebagai ajang lobi-lobi karena digelar setelah paripurna pengambilan keputusan bersama yang gagal.

Jamuan makan di hotel berbintang lima pada Sabtu (31/8/2019), terindikasi untuk mencairkan kebuntuan komunikasi politik antara gubernur dan DPRD. 

"Itu silaturrahmi murni, tidak ada urusan yang lain karena saya juga diundang dan hadir di sana...." kembali Wagirin menjelaskan.

Absen berjamaah

Tak hanya paripurna RAPBD Perubahan Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2019 yang gagal disahkan karena ketidak-hadiran para wakil rakyat di batas normal. Pada sidang-sidang paripurna lainnya pun, absen berjamaah tetap terjadi.

Contohnya pada paripurna Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Tahun Anggaran 2020 pada Rabu (4/9/2019). Dari 100 orang jumlah anggota dewan hanya 44 orang yang hadir. 

"Saya undang jam 10.00, tapi dimulai jam 13.00 karena menunggu Pak Gubernur dari Nias. Padahal itu paripurna pengesahan induk 2020. Sudah kita jadwalkan sidangnya tanggal 9 nanti, sekalian P-APBD," ujar Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman.  

Dirinya mengaku sudah menegaskan kepada semua fraksi yang ada di DPRD Sumut agar menginstruksikan semua anggota dewan untuk mengutamakan kehadirannya saat paripurna pengambilan keputusan.

Meski ada sanksi hukum yang dia tidak menjelaskan secara gamblang, namun Wagirin mengatakan kehadiran adalah kewajiban. 

"Bukan haknya untuk tidak hadir, wajib hukumnya..." katanya dengan emosi.    

Disinggung soal alasan atau persoalan apa yang membuat para wakil rakyat senang melakukan absen ramai-ramai ini, Wagirin bilang tidak ada. Kalau soal perbedaan pendapat dan pandangan, harusnya disampaikan di paripurna.

Forum adalah arena bebas menyampaikan uneg-uneg, bukan di komisi atau fraksi. Bukan malah menghindari pengambilan keputusan atau sembunyi-sembunyi di belakang. Bicarakan secara terbuka alasan ketidakhadirannya. 

"DPR itu terbuka, bukan sembunyi di tempat terang. Ada di komisi, ada di fraksi, tapi tidak hadir di paripurna, kan tidak elok. Paripurna adalah forum untuk berbicara, sependapat atau tidak sependapat ditumpahkan di situ, bukan di luar. Misalnya gak sependapat dengan gubernur, ya di situ dibicarakan karena gubernur hadir di situ," ucapnya dengan suara bergetar.

Sebagai pimpinan dewan dia berharap, para anggota dewan menunjukkan tanggungjawabnya sebagai wakil rakyat. Pengesahan APBD dan P-APBD untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan golongan. Para anggota dewan bertugas diatur undang-undang dan wajib melaksanakannya. 

"Kalau tidak melaksanakan tugas dengan baik, apa kata rakyat nanti..." tanya dia sambil menggeleng.

Apakah karena sudah diakhir masa jabatan dan minimnya anggota dewan yang menjabat kembali, Wagirin menyarankan untuk bertanya langsung. Secara umum tugas kelembagaan sudah dilaksanakan, namun secara nyata, faktalah yang berbicara. 

Pikirkan soal guru honorer

Dalam RAPBD Perubahan 2019 yang gagal disahkan, ada anggaran yang mendesak dan penting yaitu gaji guru honorer. Kalau anggaran tidak juga disahkan maka para guru yang sudah lama menunggu tidak bisa mengambil haknya.

Menurut Wagirin, ini kepentingan yang harus jadi dipertimbangan, sedangkan anggaran lain sifatnya normatif. 

"Kalau gak ada guru, ada anggota DPR? Mereka sudah lama menunggu keputusan ini, tapi tak juga diputuskan. Aturan bisa dicairkan haknya untuk makan dan beli buku anaknya, jadi gak bisa. Cemana berfikir seperti itu, jadi jangan tanya ke aku kenapa anggota dewan tidak hadir, tanya ke mereka kenapa tidak hadir..." pungkas Wagirin.

https://regional.kompas.com/read/2019/09/05/18392621/disomasi-fitra-ketua-dprd-sumut-curhat-soal-absen-berjamaah-para-wakil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke