Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi Bencana Asap Hanya Bisa Bawa Pakaian...

Kompas.com - 30/08/2016, 16:37 WIB

KOMPAS - Bayi kecil itu, Melinda Zaluhu (3 bulan), tersenyum kecil tatkala Satieli Zaluhu (49), ayahnya, mengajaknya bercanda.

Raut wajahnya tak sedikit pun menampakkan penderitaan meski dia tengah berada di tenda pengungsian korban bencana asap di tepi Sungai Rokan Kiri, Desa Jurong, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu (sekitar 210 kilometer barat laut Pekanbaru, Riau).

Padahal, sebelumnya, Melinda dibawa ibunya, Niati Lase (38), ke klinik yang ada di pengungsian.

"Tubuhnya tadi panas dingin. Setelah saya bawa ke klinik dan diberi obat oleh bidan, suhunya mulai dingin. Sekarang ia sudah dapat tertawa lagi," kata Niati kepada Kompas yang mengunjungi lokasi pengungsian, Minggu (28/8/2016) sore.

Tenda pengungsian yang ditempati keluarga Satieli berupa bangunan tenda plastik berwarna biru berukuran 6 meter x 6 meter, yang memiliki satu tiang kayu di bagian tengah. Di beberapa sudut tenda ditarik dengan tali yang diikatkan dengan patok ke tanah.

Lantai tenda itu dilapisi tikar plastik, tetapi beberapa bagian ruangan disisipi sisa-sisa harta benda pengungsi yang sempat dibawa. Di ruangan yang hanya seluas 36 meter persegi (luas kotor) itu diisi hampir 50 pengungsi.

Tidak tersedia cukup ruang untuk berleha-leha. Beberapa keluarga lalu memilih membuat tenda sederhana seadanya agar tidak terlalu berdesakan. Di lokasi pengungsian, asap pekat juga masih menyelimuti.

Asap itu terasa menyesakkan dada saat bernapas. Ribuan warga, sekitar 2.000 orang, terpaksa meninggalkan lokasi perkebunan kelapa sawit PT Andhika Permata Sawit Lestari yang terbakar hebat sejak dua pekan terakhir.

Tidak membawa apa-apa

Satieli mengatakan, dia dan keluarganya tak sempat menyelamatkan peralatan rumah tangga ketika akan mengungsi.

Rabu (24/8/2016), saat api membakar barak, ia justru tengah membantu pemadaman kebakaran di areal kebun bersama ratusan pekerja lain. Api dengan cepat membakar bangunan kayu barak Divisi 4, 5, 6, dan 7 yang letaknya berdekatan.

Tatkala tahu baraknya terbakar, Satieli langsung bergegas pulang. Istri dan anak-anaknya beserta ratusan orang lain sudah berkumpul di luar barak. Tidak ada korban jiwa. Keluarganya hanya dapat menyelamatkan beberapa potong pakaian.

"Saya tak membawa apa-apa. Sepeda motor saya di belakang barak ikut terbakar. Hanya tinggal baju dan celana ini," katanya.

Kerabat Satieli, Parestu Zaluhu (39), pekerja di PT Andhika, juga ikut mengungsi bersama istrinya, Mariani Lase, dan enam anaknya. Parestu hanya bisa membawa beberapa potong pakaian dan putrinya, Ana Zaluhu (4), yang tengah menderita demam di pengungsian.

Bidan Rosanta Maria yang bertugas di klinik pengungsian mengungkapkan, mereka membuka fasilitas pengobatan pada Sabtu petang dan baru bekerja secara penuh Minggu pagi. Namun, dalam satu hari, jumlah pasien yang berobat ke klinik, sampai pukul 15.00, mencapai 121 orang.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com