Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "All Eyes on Papua", Suku Awyu: Tanah adalah Rekening Abadi Kami, Tanah adalah Mama...

Kompas.com - 08/06/2024, 07:47 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Slogan "All Eyes on Papua" dalam sepekan terakhir mencuat tidak lama setelah unggahan “All Eyes on Rafah” viral di Instagram. Komunitas adat dan generasi muda Papua berharap gerakan di sosial media ini mendorong solidaritas nyata terhadap isu Papua.

Dibagikan lebih dari tiga juta kali per Kamis (06/06), unggahan pertama "All Eyes on Papua" berisi ajakan mendukung masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel—salah satu kabupaten dengan laju deforestasi tertinggi di Papua, menurut lembaga riset dan advokasi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.

Suku Awyu tengah berupaya mempertahankan tanah ulayat seluas 36.094 hektare, yang setara setengah area Jakarta, dari rencana ekspansi perusahaan kelapa sawit PT. Indo Asiana Lestari.

Baca juga: Tanggapi “All Eyes on Papua”, Wapres Minta Pemda Libatkan Masyarakat Adat dalam Pembangunan

Walau unggahan "All Eyes on Papua" secara spesifik menyorot konflik agraria di komunitas Suku Awyu, kampanye yang digagas sejumlah lembaga advokasi lingkungan itu kini memicu perbincangan yang lebih luas soal beragam persoalan di Papua.

Permasalahan itu antara lain akses pendidikan dan kesehatan yang minim, peristiwa kelaparan yang terus berulang, hingga konflik bersenjata tak berkesudahan. Konflik itu, selama puluhan tahun, telah memicu ratusan bahkan ribuan orang tewas. Ribuan orang juga mengungsi oleh karenanya.

BBC News Indonesia berbicara dengan perwakilan Suku Awyu dan pengacara yang mendampingi mereka, serta sejumlah anak muda Papua yang berharap "All Eyes on Papua" tidak berhenti pada unggahan sosial media belaka, tapi juga mendorong solidaritas nyata terhadap orang-orang asli Papua.

Apa reaksi suku Awyu?

Perwakilan suku Awyu Papua Selatan Hendrikus Franky Woro saat mendatangi Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (9/5/2023).KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO Perwakilan suku Awyu Papua Selatan Hendrikus Franky Woro saat mendatangi Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (9/5/2023).
Hendrikus Franky Woro adalah laki-laki dari Suku Awyu yang selama beberapa tahun terakhir mewakili komunitas adatnya di hadapan publik. Dia juga menjadi sosok sentral dalam aksi kelompok adatnya di Jakarta, pada akhir Mei lalu.

Franky tidak memiliki akun media sosial. Ponselnya tidak lagi berfungsi sejak Desember 2023. Dia tak memiliki ponsel hingga beberapa hari sebelum terbang ke Jakarta untuk menggelar aksi di depan kantor Mahkamah Agung.

Beberapa hari lalu, Franky mendapat kabar bahwa kampanye publik untuk mendukung gugatan kelompoknya terhadap perusahaan kelapa sawit ramai dibicarakan di media sosial.

“Saya bersama keluarga saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya,” ujar Franky saat dihubungi dari Jakarta.

Baca juga: AHY Tanggapi Ramainya Tagar All Eyes On Papua di Medsos

“Terhadap dukungan dari keluarga dan sesama saya di seluruh Indonesia, sebagai manusia biasa, saya tak mampu untuk membalas semua kebaikan itu,” ucapnya.

Franky berharap dukungan warganet itu akan berdampak pada upaya kasasi yang diajukan oleh kelompok adatnya.

Dia menyebut harapan Suku Awyu untuk mencegah ekspansi perkebunan sawit di tanah adatnya kini hanya bisa disematkan kepada para hakim agung. Dia meminta para hakim membuat putusan yang seadil-adilnya.

“Tanah adalah nomor rekening abadi bagi kami. Tanah adalah mama,” kata Franky.

”Tanpa tambang, tanpa sawit, kami masyarakat adat bisa hidup. Tetapi tanpa hutan adat, kami tidak bisa hidup,” tuturnya.

Boven Digoel adalah satu dari 35 kota dan kabupaten di Papua yang masuk kategori daerah dengan kemiskinan ekstrem. Daftar ini disusun pemerintah pusat untuk periode 2021 hingga 2024.

Baca juga: Ramai Tagar All Eyes On Papua, AHY Bilang Begini

Kemiskinan ekstrem, merujuk ukuran Bank Dunia, adalah situasi yang dihadapi orang-orang dengan paritas daya beli sebesar US$1,9 atau Rp30 ribu per hari dalam kurs 6 Juni 2024.

Papua dan Papua Barat konsisten berada di peringkat teratas dalam daftar provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Pada 2023, merujuk Badan Pusat Statistik Nasional, persentase penduduk miskin di Papua mencapai 26,03% dan di Papua Barat sebesar 20,49%.

Awal kemunculan "All Eyes on Papua"

Ilustrasi poster All Eyes on Papua.X Ilustrasi poster All Eyes on Papua.
Unggahan dengan slogan ini beredar di Instagram awal Juni lalu, beberapa hari setelah kemunculan foto yang diproduksi aplikasi kecerdasan buatan.

Foto yang menampilkan tenda-tenda pengungsi Palestina dan slogan bertuliskan “All Eyes on Rafah" itu menyoroti serangan udara Israel dan kebakaran di kamp pengungsi Palestina di Rafah, Gaza selatan.

Serupa dengan unggahan “All Eyes on Rafah”, foto berslogan “All Eyes on Papua” juga diciptakan kecerdasan buatan. Foto hitam-putih tersebut menampilkan sebuah mata dan empat paragraf penjelasan situasi masyarakat Awyu. Terdapat pula tautan menuju situs petisi publik change.org.

Petisi itu mengajak publik mendorong Mahkamah Agung mencabut izin lingkungan perusahaan kelapa sawit PT. Indo Asiana Lestari. Izin yang diperoleh korporasi itu dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Papua.

Baca juga: Mengenal Suku Awyu dan Moi, Sosok di Balik Seruan All Eyes on Papua

Dengan izin tersebut, PT. Indo Asiana Lestari berhak menggunduli hutan yang diklaim sebagai tanah adat oleh masyarakat Awyu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov Sumbar Salurkan 83 Hewan Kurban di 15 Titik Bencana

Pemprov Sumbar Salurkan 83 Hewan Kurban di 15 Titik Bencana

Regional
Sosok Danis Murib, Prajurit TNI yang 2 Bulan Tinggalkan Tugas lalu Gabung KKB

Sosok Danis Murib, Prajurit TNI yang 2 Bulan Tinggalkan Tugas lalu Gabung KKB

Regional
Bocah 13 Tahun Dicabuli Ayah Tiri hingga Hamil, Ibu Korban Tahu Perbuatan Pelaku

Bocah 13 Tahun Dicabuli Ayah Tiri hingga Hamil, Ibu Korban Tahu Perbuatan Pelaku

Regional
Takut Dimarahi, Seorang Pelajar Minta Tolong Damkar Ambilkan Rapor

Takut Dimarahi, Seorang Pelajar Minta Tolong Damkar Ambilkan Rapor

Regional
Cerita Tatik, Dua Dekade Jualan Gerabah Saat Grebeg Besar Demak

Cerita Tatik, Dua Dekade Jualan Gerabah Saat Grebeg Besar Demak

Regional
BNPB Pasang EWS dengan CCTV di Sungai Berhulu dari Gunung Marapi

BNPB Pasang EWS dengan CCTV di Sungai Berhulu dari Gunung Marapi

Regional
PPDB SMA/SMK Dibuka Malam Ini, Pj Gubernur Banten Ultimatum Tak Ada Titip Menitip Siswa

PPDB SMA/SMK Dibuka Malam Ini, Pj Gubernur Banten Ultimatum Tak Ada Titip Menitip Siswa

Regional
Kasus Ayah Bunuh Anak di Serang, Warga Lihat Pelaku Kabur Bawa Golok dengan Bercak Darah

Kasus Ayah Bunuh Anak di Serang, Warga Lihat Pelaku Kabur Bawa Golok dengan Bercak Darah

Regional
4 Orang Tewas Ditabrak Mobil Elf di Aceh Timur, Ini Kronologinya

4 Orang Tewas Ditabrak Mobil Elf di Aceh Timur, Ini Kronologinya

Regional
Pilkada Salatiga Rawan Politik Uang, Gerindra Sebut Elektabilitas Tinggi Tak Jaminan Terpilih

Pilkada Salatiga Rawan Politik Uang, Gerindra Sebut Elektabilitas Tinggi Tak Jaminan Terpilih

Regional
Sebelum Bunuh Anaknya, Pria di Serang Banten Sempat Minta Dibunuh

Sebelum Bunuh Anaknya, Pria di Serang Banten Sempat Minta Dibunuh

Regional
Berantas Judi Online, Ponsel Aparat di Polres Bengkulu Utara Diperiksa

Berantas Judi Online, Ponsel Aparat di Polres Bengkulu Utara Diperiksa

Regional
KAI Tanjungkarang Tutup Perlintasan Sebidang Liar di Martapura

KAI Tanjungkarang Tutup Perlintasan Sebidang Liar di Martapura

Regional
Ayah di Serang Bunuh Balitanya yang Tidur Pulas, Ada Sang Ibu dan Kakak di TKP

Ayah di Serang Bunuh Balitanya yang Tidur Pulas, Ada Sang Ibu dan Kakak di TKP

Regional
Butuh Uang untuk Judi Online, Remaja 14 Tahun Curi Sepeda Motor

Butuh Uang untuk Judi Online, Remaja 14 Tahun Curi Sepeda Motor

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com