Gispa berkata, Suku Awyu bukanlah satu-satunya kelompok adat yang tengah berupaya mempertahankan hak mereka di Papua. Seluruh orang asli Papua, menurut Gispa, menghadapi berbagai persoalan untuk bisa hidup “sesuai harkat dan martabat” di atas tanah mereka.
“Saya sebenarnya kecewa karena perlu waktu selama ini sampai akhirnya teman-teman di wilayah Indonesia lainnya bisa bersolidaritas dengan orang Papua,” kata Gispa.
Baca juga: Perwakilan Suku Awyu Minta Intervensi PTUN Jakarta, Bagaimana Kelanjutannya?
“Mengapa teman-teman terkesan sangat sulit untuk bersimpati dan bersolidaritas pada persoalan yang kami alami? Padahal banyak orang bilang Papua adalah bagian dari Indonesia,” tuturnya.
Gispa berharap masyarakat tidak berhenti dengan membagikan unggahan “All Eyes on Papua” di media sosial, tapi juga mengedukasi diri dengan membaca kajian serta berita faktual terkait situasi di Papua.
“Teman-teman juga bisa mengikuti akun media sosial yang mengabarkan perjuangan orang asli Papua untuk kehidupan mereka,” ujarnya.
“Ini bukan tentang siapa yang harus paling dikasihani, tapi tentang bagaimana teman-teman bisa ikut bersolidaritas.
“Kami tidak ingin dikasihani. Kami ingin teman-teman ikut berbicara, membagikan apa yang kami perjuangkan, dan mendukung setiap langkah yang kami lakukan untuk hak hidup dan martabat kami,” kata Gispa.
Baca juga: Tanahnya Diserobot, Suku Awyu Mengadu ke Komnas HAM, Ini Hasilnya
Pemuda di Sentani, Kabupaten Jayapura, Terry Anderson, menyebut unggahan “All Eyes on Papua” yang viral sebagai aksi solidaritas yang positif karena menguatkan orang asli Papua.
”Persoalan yang kami hadapi banyak dan kompleks. Saya harap ini menjadi awal bagi orang di luar Papua untuk menyuarakan persoalan kami,” kata Terry.
Serupa dengan Gispa, Terry mendorong masyarakat untuk mempelajari sejarah sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di Papua. Menjalin hubungan perkawanan dengan orang Papua, kata Terry, juga bisa menjadi langkah nyata mewujudkan solidaritas.
Atha Hesegem, perempuan muda Papua yang kini tengah menjalani studi di Rusia, menyebut orang asli Papua selama ini ”berjuang sendirian” untuk menuntut pemenuhan berbagai hak dasar.
Merujuk gugatan Suku Awyu ke pengadilan, misalanya, Atha menilai masyarakat Indonesia secara umum juga akan menikmati manfaat nyata jika hutan di Boven Digoel batal berubah menjadi perkebunan sawit.
Baca juga: Pejuang Lingkungan Hidup Suku Awyu Minta Intervensi PTUN Jakarta, Ini Sebabnya
”Saya sangat mengharapkan kepedulian untuk melihat dan merespons berbagai persoalan di Papua, dari soal pendidikan, kesehatan, ketimpangan gender, sampai konflik bersenjata dan pengungsian yang jarang dibicarakan masyarakat Indonesia,” kata Atha.
”Tolong gandeng dan rangkul kami untuk bersama-sama menyuarakan persoalan-persoalan ini,” ujarnya.
Staf Khusus Presiden Indonesia, Billy Mambrasar, membuat klaim telah mendengarkan aspirasi masyarakat adat Awyu. Dia berkata telah memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meninjau ulang berbagai izin perusahaan di atas tanah Suku Awyu.
Billy membuat klaim, dia juga menganjurkan Joko Widodo untuk memberi arahan spesifik kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Targetnya, kata dia, agar kerangka pembangunan di Tanah Papua mempertimbangkan perlindungan hutan dan hak masyarakat adat.
Baca juga: Terima Suku Awyu, Komnas HAM Akan Buat Tim Kajian Khusus Konflik Agraria di Papua Selatan
Billy berkata juga telah meminta Presiden Jokowi untuk mendorong pembangunan ekonomi berbasis industri yang tidak merusak hutan, termasuk mencegah konversi hutan adat dan hutan lindung ke perkebunan kelapa sawit.
Klaim yang disampaikan Billy melalui akun Instagram miliknya itu direspons oleh periset Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Dorthea Elisabeth Wabiser. Dia mempertanyakan Billy yang mengeluarkan pernyataan ketika unggahan "All Eyes on Papua" viral di media sosial.
Selama beberapa tahun belakangan, kata Dorthea, pemerintah, termasuk Billy, tidak pernah mendengarkan aspirasi ataupun membuat kebijakan terhadap persoalan Suku Awyu.
”All Eyes on Papua muncul dari kerja keras solidaritas masyarakat, bukan karena staf khusus yang baru minta bertemu kami setelah melihat semua orang mengunggah All Eyes on Papua,” kata Dorthea.
Laporan tambahan oleh jurnalis BBC News Indonesia, Silvano Hajid
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.