KOMPAS.com - Berawal dari keprihatinan terhadap budaya lisan di Maluku yang kian tergerus, penari kontemporer Theodora Melsasail coba menghadirkan cerita rakyat sarat nilai budaya.
Itu dia tuangkan dalam karya tari tradisi kontemporer berjudul Kwele Batai Telu. Karya itu melibatkan belasan anak dan remaja dalam proses produksinya.
Theodora Melsasail bahkan menjadi satu-satunya perempuan asal Maluku penerima dana Indonesian kategori perseorangan penciptaan karya inovatif kreatif Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tahun 2023 dan sejak Maret 2024.
Kwele Batai Telu dalam bahasa Alune berarti Tiga Batang Air. Ini menceritakan tentang perjalanan 3 batang air yang dipercaya sebagai sumber lahirnya manusia-manusia pertama di Maluku yaitu Alifuru yang menyebar memenuhi seluruh Maluku.
Baca juga: Cerita Rakyat dari Es Laksamana Mengamuk, Minuman Suguhan Jokowi untuk 3 Capres
Ini merupakan karya seni tari tradisional pertama yang dia pentaskan dalam produksi karya inovatifnya di Lapangan Kabaressi Negeri Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat pada Sabtu (1/6/2024) malam.
Dalam karya itu, Theo, sapaan akrabnya, memvisualkan tradisi lisan orang Maluku khususnya di Pulau Nusa Ina, Pulau Seram.
Dia mengangkat cerita mengenai tiga batang air utama yang mengalir membelah Pulau Seram yakni Sungai Tala, Eti dan Sapalewa.
Tiga batang air ini menjadi sumber hidup asal muasal akar budaya orang Maluku.
Sayangnya, cerita penting ini dinilai Theo sudah tidak lagi dituturkan dari orang tua atau dikenal kebanyakan generasi saat ini.
Alumni Fakultas Ilmu Keguruan Prodi Bahasa Inggris Universitas Pattimura itu memotret isu budaya ke dalam karya seni tari.
"Perjalanan Kwele Batai Telu atau Tiga Batang Air menjadi isu yang beta angkat dalam karya ini."
"Jika mendengar penuturan orang tua dalam riset yang beta lakukan tentang perjalanan Kwele Batai Telu ini tampaknya memang seperti sebuah mitos."
"Namun mereka mengganggapnya suci dan meyakini kebenarannya serta percaya sebagai bagian dari identitas dan kultur mereka yang harus terus dijaga secara turun temurun," tutur Theo kepada Kompascom, Minggu (2/6/2024).
Menurutnya, masyarakat belum sepenuhnya menyadari bahwa budaya lisan merupakan salah satu unsur kebudayaan Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Baca juga: Ajak Pelajar Nonton Film Cerita Rakyat Bali, Koster: Upin Ipin Enggak Jelas...
Tak heran jika cerita-cerita sejarah dianggap tidak penting untuk dijaga dan dilestarikan.