SEMARANG, KOMPAS.com - Belakangan ramai fenomena heat wave atau gelombang panas yang melebihi 40 derajat celcius di sejumlah negara di Asia Tenggara.
Merespons hal itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ahmad Yani memastikan cuaca panas yang terjadi di Jawa Tengah, khususnya Kota Semarang bukan termasuk fenomena heat wave.
Suhu panas di wilayah Jateng dikarenakan mulai memasuki musim kemarau pada Mei 2024 ini. Sehingga, kelembapan udara terbilang rendah dan terasa panas yang menyengat.
Prakirawan BMKG Stasiun Ahmad Yani, Gempita Icky Dzikrillah menuturkan, heat wave terjadi setiap tahun. Namun, ia menilai fenomena itu hampir tidak mempengaruhi cuaca panas di Jateng belakangan ini.
Baca juga: Guru PPPK di Semarang Mengeluh Gaji Belum Cair, Wali Kota: Laporan Belum Masuk
"Jadi, fenomena heat wave itu sebenarnya setiap tahun terjadi. Untuk dampaknya secara langsung sebenarnya sangat kecil. Untuk cuaca panas yang akhir-akhir ini terjadi itu cenderung disebabkan karena saat ini kita sudah mulai memasuki musim kemarau," kata Icky, saat ditemui di kantornya, Senin (6/5/2024).
Dia mengatakan, kelembapan udara yang relatif rendah secara tidak langsung berpengaruh pada panas matahari yang langsung menyoroti permukaan bumi.
"Di mana untuk kelembapan udara cukup rendah sehingga supply uap air untuk terjadinya pembentukan awan-awan efektif juga cukup rendah, jadi sinar matahari yang menyinari bumi itu direct atau secara langsung masuk ke bumi, sehingga cuaca terasa panas seperti itu," ungkap dia.
Icky mengatakan, sejumlah daerah di Jateng mulai memasuki pralihan musim ke musim kemarau pada Mei 2024 ini. Mulai wilayah Jateng bagian selatan, timur, hingga kawasan pantura.
Sementara Jateng bagian barat dan kawasan pegunungan akan menjadi wilayah yang terakhir dalam peralihan ke musim panas.
"Selain di Jateng bagian selatan, bagian timur, artinya di wilayah Jateng bagian barat, nanti siasanya yang di akhir itu yang masuk di sekitar pegunungan karena memang di wilayah pegunungan ini faktor lokalnya itu cenderung kuat, dikarenakan dari topografi wilayahnya sendiri seperti itu," ujar dia.
Baca juga: Ditinggal Berkebun, Rumah Warga Kabupaten Semarang Ludes Terbakar
Mengatisipasi potensi bencana saat musim kemarau, pihaknya meminta masyarakat mulai melakukan penghematan air dan menampung cadangan air.
"Untuk masyarakat yang beraktivitas di siang hari itu terutama di luar ruangan ya saya harap untuk tetap menghidrasi tubuhnya karena kondisi cuaca yang terik kemudian didukung dengan kelembaban yang rendah sehingga bisa. Memungkinkan untuk menyebabkan dehidrasi kepada masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.