SEMARANG, KOMPAS.com - Seorang wanita paruh baya tampak tertidur pulas di atas dipan kayu yang terletak di pinggir Jalan Barito, Semarang Timur.
Tepatnya di kolong jembatan Jalan Soekarno-Hatta.
Di sampingya, terdapat satu lemari kayu dengan baju dan celana yang menggantung, beberapa drum berisi air, dua kasur, peralatan dapur, gerobak angkringan dan satu tangga untuk naik ke kolong jembatan.
Tidak hanya itu, terdapat tiga anjing kecil yang tampak berlarian menjaga sekeliling angkringan.
Pemiliknya yaitu Sukarti (60). Seorang paruh baya asal Kudus itu mengaku, sudah 40 tahun lamanya hidup di kolong jembatan Jalan Soekarno-Hatta.
Baca juga: Gara-gara Perselisihan Antar-RW di Semarang, Warga Bangun Tembok Tutupi Jalan dan Ganggu Aktivitas
Tidak sendirian, di tempat terbuka itu Sukarti tinggal menetap bersama suami, anak, menantu dan dua cucunya.
Meski tak punya atap dan dinding yang melindungi, dirinya menyebut, kolong jembatan dengan segala keterbatasannya itu sudah dia sebut sebagai 'rumah'.
"Saya diejek miskin tidak apa-apa, saya di sini kan cari makan, jualan. Yang penting sehat, tidak mencuri," ungkap dia, saat ditemui Kompas.com, Kamis (23/11/2023).
Sukarti mengatakan, 'rumah' yang dia tinggali itu tidak tersambung dengan aliran listrik.
Sehingga, saat malam hari dirinya harus menghidupkan aki untuk mendapatkan cahaya lampu.
Lantas, untuk kebutuhan air bersih seperti mandi, memasak dan mencuci pakaian, biasanya membeli air yang ditampung di beberapa drum besar.
"Ya kalau tidur juga di sini," ucap dia.
Baca juga: 20 Siswi Jadi Korban Pelecehan Seksual Guru TPQ, Wali Kota Semarang Minta Pelaku Dihukum Berat
Kendati demikian, Sukarti mengandalkan angkringan sebagai salah satu sumber pendapatan untuk bertahan hidup di tengah hiruk pikuk Kota Semarang.
Tidak banyak menu yang dia sajikan. Sukarti hanya menjual beberapa jenis minuman seperti jahe, teh, ataupun kopi, gorengan, dan sejumlah makanan ringan.