LABUAN BAJO, KOMPAS.com – Filibertus Sandro, tengah duduk merenung di depan rumah keluarganya di Kampung Lancang Labuan Bajo, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (15/11/2023).
Seakan meratapi hidupnya kian terpuruk, tatapannya kosong saat Kompas.com menyapanya.
Di kiri kanan Sandro ada tongkat. Itu adalah alat bantu bagi Sandro supaya bisa berdiri. Setiap hari, di depan rumah, ia hanya bisa memperhatikan warga yang sedang beraktivitas dan pengendara yang sedang melintas.
Baca juga: 11 Hotel di Labuan Bajo Didenda Miliaran Rupiah, Bupati Sebut karena Privatisasi Pantai
Terkadang, tanpa ia sadari, air matanya tiba-tiba menetes.
“Saya seperti ini karena kecelakan maut di Denpasar, Bali, pada tahun 2019 lalu," tutur Sandro kepada Kompas.com sembari mengusap air matanya.
Ia mengaku, sudah lebih dari 3 tahun dirinya tak bisa berjalan normal karena salah satu tulang kakinya patah, bahkan remuk hingga berkeping-keping.
Kaki kiri dibantu dengan menggunakan tongkat setelah mengalami luka serius akibat tabrak lari di Nusa Dua, Bali, pada 17 Desember 2019.
Selain lumpuh akibat kecelakaan, ia tak bisa lagi melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi di Bali.
“Saya seperti tidak sanggup menceritakan kisah ini. Saya bahkan tidak menyangka masih bisa hidup akibat kecelakaan itu,” tutur dia sambil merunduk.
Ia menceritakan, saat kejadian dirinya dibantu seorang ibu yang mendengar teriakannya di jalan. Sebuah mobil pikap menabraknya lalu kabur.
Ibu yang menolongnya lalu menghubungi temannya menggunakan handphone yang ada di tas.
“Dia mengantar saya ke rumah sakit pakai mobilnya. Dia bagai malaikat yang datang menyelamatkan saya saat itu," ujarnya.