KOMPAS.com - Masiani (47), warga Dusun Reak Satu, Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), nampak sibuk pada Minggu (22/10/2023).
Dia beraktivitas menggiling makanan basi dari sisa-sisa dapur rumah tangga.
Ibu dua anak itu dengan cekatan mencampur makanan sisa-sisa dapur rumah tangga dengan susu yang telah expired atau kadaluwarsa.
Setelah itu, campuran tersebut divermentasi sebagai bahan pakan magot.
Terlihat sejumlah boks tersusun rapi memanjang berisikan ribuan ulat magot.
Baca juga: Dukung Green Economy, Universitas Trisakti Gelar Pendampingan Budidaya Magot dan Kasgot
Nampak wanita yang akrab disapa Yani itu menaburkan pakanan magot yang telah diolahnya dari sampah organik rumah tangga.
Yani merupakan Ketua Bank Sampah Al Haqiqi binaan kampung hijau dari Pertamina Niaga, yang bergerak di bidang pengolahan limbah sampah.
Yani merupakan guru taman kanak-kanak (TK) di desa tersebut. Ia sangat peduli terhadap lingkungannya.
Sampah menjadi masalah besar di desanya. Sampah-sampah itu mencemari lingkungan di kampungnya.
Beranjak dari masalah tersebut, Yani berdiskusi dengan rekan-rekannya kelompok Yasinan (Baca Quran) pada 2019.
Ia menyampaikan keresahan tersebut kepada ibu-ibu kelompok yasinan. Mereka bersepakat membentuk pengelolaan sampah dengan sistem bank sampah.
Adapun jumlah anggota kelompok yang terlibat dalam gerakan sampah pada saat ini beranggotakan 65 orang.
Menggunakan lahan 300 meter persegi kala itu, dengan sisitem lahan pinjam pakai, para ibu itu mulai memilah sampah organik dan non organik di tingkat rumah tangga.
Saat itu sampah non-organik seperti plastik dikumpulkan kemudian ditmbang dan dibayar. Sedangkan sampah organik dijadikan pupuk kompos.
Seiring berjalannya waktu, karakter masyarakat perkampungan agak sulit menerima skema pengolahan sampah dengan bank sampah yang lama mendapatkan penghasilan.