Sebab, mereka harus menunggu sampah terkumpul terlebih dahulu sebelum dijual.
“Waktu itu dengan sistem bank sampah menabung sampahnya di sini agak kesulitan karena memang sistemnya mengumpulkan sampah dulu, jadi warga lebih memilih untuk menyetorkan sampah ke “panic robek” (pengepul sampah) karena langsung dibayar,” kata Yani sembari mengurus magotnya.
Baca juga: Tip Menyulap Limbah Organik Rumah Tangga Menjadi Pupuk Kompos
“Sementara untuk sampah organik kami pakai untuk membuat pupuk sampah sampai sekarang, tapi serapannya memang sedikit tidak banyak untuk mensuplay lahan yang ada di masyarakat, dan proses untuk menjadi pupuk lumayan lama dua sampai tiga bulan,” lanjut Yani.
Menurut Yani, menyetorkan sampah non-organik ke pengepul tersebut tidak jadi persoalan asalkan kelompoknya telah teredukasi memilah sampah organik dan non organik yang selama ini menjadi persoalan lingkungan.
Beranjak dari hal tersebut, Yani mengusulkan ide melakukan usaha budi daya magot. Mereka fokus pada sampah organik yang dihasilkan limbah dapur keluarga.
Harapannya, para anggota mendapatkan penghasilan tambahan sembari menjaga lingkungan.
Melihat adanya program CSR dari Pertamina, bank sampah Al Haqiqi mengajukan proposal agar kelompok itu dibantu dengan pendampingan dan permodalam usaha magot pada 2021.
“Alhamdulillah kami direspon baik oleh Pertamina dan mendapatkan bangunan dan fasilitas untuk budi daya magot yang ada sekarang ini dengan luas lahan sekitar 20 hektare,” kata Yani.
Yani menjelaskan, selama sekitar dua tahun dari 2021 -2022, kelompoknya mendapatkan bimbingan dari pertamina untuk melakukan budi daya magot,
Pada Februari 2023, kelompok tersebut telah mandiri melakukan budi daya magot dari limbah rumah tangga.
Baca juga: Ciri-ciri Limbah Organik dan Contohnya
“Sekarang permintaan magot untuk pakan ayam, ikan itu sangat banyak, bahkan kami kewalahan memenuhi kebutuhan masyarakat untuk pakan ayam, ikan lele dan sebagainya,” kaya Yani.
Untuk bididaya magot, dia membagi klaster menjadi tiga bagian yakni baby magot, peremajaan, dan pendewasaan magot yang siap panen.
Disampaikan Yani, dari budi daya magot ini dalam seminggu dia berhasil memanen 150 kilogram magot dengan harga jual 6 sampai 7 ribu per kilogram.
“Alhamdulillah sekali panen itu kami dapat 100 sampai 150 kilo, kira-kira sekali panen seminggu itu dapet Rp 900.000, kan lumaya kalau dikalikan sebulan,” kata Yani.
Diterangkan Yani, biasanya dalam sehari anggota dapat mengumpulkan 100 kilogram sampah organik rumah tangga.