PURWOREJO, KOMPAS.com - Rini Kadarwati (57), warga Desa Rasukan, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, melaporkan kepala desa Rasukan ke Polres Purworejo.
Tak hanya itu, Rini melaporkan pemilik sertifikat tanah yang dulunya milik orangtua rini. Keduanya dilaporkan atas dugaan pemalsuan surat dalam alih kepemilikan tanah milik keluarganya.
Dalam laporannya ini, Rini didampingi kuasa hukumnya, Samino dan Erwin Burhanuddin, serta suaminya Sri Panjang. Laporan Rini diterima polisi yang dibuktikan dengan adanya surat tanda terima bernomor: STTP/1597/X/2023/RES PWR/SAT RESKRIM.
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi, Ketua KONI Sumsel Serahkan Rp 500 Juta dan Sertifikat Tanah ke Jaksa
Samino menjelaskan, laporan tentang tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu tersebut bermula saat kliennya di bulan Maret 2023 lalu melaporkan tentang pengrusakan tanaman padi ke polisi.
Dari situlah terungkap, terlapor dari pengrusakan mengaku lahan tersebut miliknya. Dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat atas nama dirinya yang dikeluarkan BPN tertanggal 29 November 2022.
Baca juga: Dia Menjanjikan kalau Rumahnya Jadi, Sertifikat Jadi
Saat itu Rini kaget karena lahan yang selama ini digarapnya ternyata sudah beralih kepemilikan.
“Setelah kita mencari bukti sertifikat tersebut, dari analisa, terbitnya sertifikat tersebut diduga banyak data yang dipalsukan. Jadi kita laporkan tindak pidana dugaan pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu ini,” ujar Samino, Minggu (8/10/2023), sambil menunjukkan bukti laporan polisi.
Terlapor mempunyai sertifikat SHM Nomor 00430 surat ukur 08/09/2022 atas Nama Marsudi di Desa Rasukan, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo.
Diduga ada pemalsuan data pada leter C yang ada di Desa Rasukan, termasuk pernyataan-pernyataan palsu kepala desa.
Sebab kepala desa menyatakan, lahan tersebut tidak dalam sengketa.
"Padahal jelas-jelas saat itu obyek tersebut sedang dalam sengketa," kata Samino.
Tanah seluas 2.230 meter ini, menurut Samino, di tiga periode kepala desa sebelumnya tak bisa diselesaikan karena dalam sengketa.
Di akhir pemerintahan Sunardi (1996), terjadi pencoretan, dipindahkan dari C no 231 atas nama Mujilah ke Kadarisman, anak pertama.
Padahal anaknya ada empat, jadi seharusnya jika diwaris ke Kadarisman, itupun harus ada persetujuan anak-anak lainnya.
Tanah ini, sambung Samino, dibeli oleh Marsudi, dengan kuitansi pembelian tahun 2009 hingga 2011, yang informasinya ada 11 kuitansi. Tapi ternyata sebelum itu, penyertifikatan itu didasari dengan jual beli tahun 1996.