KOMPAS.com - Investigasi yang dilakukan sembilan organisasi masyarakat sipil menemukan "dugaan pelanggaran HAM" di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, pada Kamis (7/9/2023) saat aparat bentrok dengan warga yang menolak digusur demi pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan pada 11-13 September 2023, organisasi-organisasi yang tergabung dalam Solidaritas Nasional Untuk Rempang ini menyebut aparat telah menggunakan “kekuatan berlebih” dan secara “serampangan” menembakkan gas air mata.
Sedikitnya 20 warga mengalami luka berat maupun ringan akibat kerusuhan tersebut.
“Kami bisa memastikan bahwa kejadian 7 September itu menimbulkan korban dari kalangan anak-anak, perempuan, dan lansia,” kata Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rozy Brilian Sodik, dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu (17/9/2023).
Baca juga: Minta Maaf soal Kata Piting Warga Rempang, Panglima TNI Bantah Ingin Lakukan Kekerasan
Selain itu, kehadiran posko-posko aparat dan “sosialisasi” untuk membujuk warga mendaftarkan diri dalam program relokasi disebut telah “membuat masyarakat ketakutan”.
Kelompok masyarakat sipil ini pun mendesak Komnas HAM menyelidiki dugaan pelanggaran HAM tersebut.
Pada Sabtu (16/9), Komnas HAM telah menurunkan tim ke Pulau Rempang untuk memverifikasi peristiwa yang terjadi.
Salah satu komisionernya, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan bahwa posisi Komnas HAM saat ini adalah “merekomendasikan supaya dipertimbangkan kembali rencana pembangunan industri ini tanpa harus menggusur warga setempat”.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengklaim apa yang dilakukan polisi merupakan “penertiban atas gangguan masyarakat”.
Baca juga: Konbes-Munas Alim Ulama NU Minta Tak Ada Lagi Kekerasan Negara di Rempang
“Bagaimana enggak kekuatan berlebih, negosiator dari Polwan saja sudah tidak ditanggapi. Dalmas awal kami sudah dilempari dengan ketapel, batu, dan klewang,” kata Pandra.
Pandra menyebut polisi juga berupaya membubarkan massa, yang memblokade Jalan Trans Balerang, menggunakan water canon.
“Itu sudah sesuai SOP [standar operasional prosedur], masih dilawan lagi, bahkan yang membahayakan petugas dengan melempar bom molotov. Apa tidak membahayakan petugas itu? Apa tidak melanggar hak asasi? Apanya yang berlebih?” tutur Pandra.
Apa saja temuan awal investigasi Solidaritas Nasional Untuk Rempang?
Baca juga: Puluhan Aktivis Gelar Aksi di Depan Kedubes China, Solidaritas untuk Warga Pulau Rempang
Salah satu korban adalah seorang lansia berusia 60 tahun, Ridwan, yang fotonya berlumuran darah akibat tertembak peluru karet beredar di media sosial. Ridwan harus mendapatkan 12 jahitan.
Gas air mata ditembakkan serampangan
Tim investigasi juga menemukan fakta bahwa gas air mata ditembakkan "secara serampangan" ke berbagai penjuru jalan, ketika aparat gabungan ingin membubarkan massa aksi yang menolak pengukuran dan pematokan lahan.
Gas air mata pertama kali ditembakkan di Jalan IV Barelang. Tetapi kemudian gas air mata juga ditembakkan menuju SD 24 Galang dan SMPN 22 Batam.
Baca juga: Panglima TNI Sebut Prajurit di Rempang Tak Dilengkapi Senjata
Salah satu guru SMPN 22 bersaksi bahwa seluruh siswa berada di dalam kelas ketika kerusuhan terjadi sekitar pukul 10.10 WIB. Ketika mendengar suara kericuhan di Jalan Trans Balerang, salah satu guru menyadari ada gas air mata yang telah ditembakkan.
“Salah satu guru yang kami wawancarai langsung datang ke ruang guru, menyalakan speaker, menyatakan jangan menembak ke area sekolah, tapi asap gas air mata yang ditembakkan sampai ke sekolah,” jelas Rozy.
Asap gas air mata membuat para siswa berlarian "kocar-kacir" ke arah musala, bahkan ke atas bukit di dekat sekolah.
Selain itu, kesaksian warga menyebut gas air mata “ditembakkan secara brutal” menuju SDN 024 Galang. Hal itu, kata Rozy, dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah selongsong gas air mata persis di SD.
Secara terpisah, Komnas HAM juga mengungkapkan temuan selongsong gas air mata di lingkungan sekolah.
“Di lingkungan sekolah. Di dalam lingkungan sekolah,” kata Shalita, salah satu anggota tim Komnas HAM dikutip dari Kantor Berita Antara.
Baca juga: Panglima TNI Mengaku Tak Terjunkan Pasukan ke Rempang, Prajurit dari Korem sampai Kodim
Rozy mengatakan temuan-temuan itu membantah pernyataan polisi yang menyebut "penggunaan gas air mata sesuai prosedur" serta "gas air mata tertiup angin".