Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Ketika Denyut Ekonomi Global Membawa Petaka di Daerah

Kompas.com - 02/03/2023, 12:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SPANDUK lebar itu berbunyi demikian: “Kami seluruh masyarakat Desa Baru, menolak keras truk batu bara yang bermuatan melintas di jalan Desa Baru!! Dan bagi truk kosong jangan ugal-ugalan.

Spanduk itu terpasang di pinggir jalan raya di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Tuntutan masyarakat itu dipicu banyaknya angkutan batu bara yang menimbulkan kemacetan, kerusakan jalan, dan kecelakaan lalu lintas.

Geliat ekonomi global

Penambangan batu bara di Jambi marak pada beberapa tahun terakhir, seiring meningkatnya harga batu bara dunia. Sebelumnya, batu bara di Jambi yang tergolong kurang berkualitas karena masih muda jarang dilirik pengusaha.

Namun kenaikan harga batu bara dunia menyebabkan banyak pengusaha berebut menggali batu bara di Jambi untuk diekspor. Tidak banyak usaha yang perlu dilakukan, tinggal meminta izin, kemudian menggali lalu mengangkut.

Saat ini ada 700.000 hektar kawasan yang menjadi areal izin usaha pertambangan (IUP) batu bara di Jambi. Lahan itu hampir sepertiga dari luas daratan nonhutan yang dikelola rakyat. Kawasan nonhutan lainnya berupa kebun kelapa sawit dan lain-lain.

Jika seluruh lahan IUP batu bara itu dijadikan kawasan tambang, maka sebagaimana terjadi di banyak daerah lain, akan muncul lahan-lahan tandus. Bencana ekologi akan menyusul.

Namun bukan itu yang membuat rakyat di sana galau sehingga memasang spanduk tersebut. Adalah truk-truk angkutan batu bara yang melewati jalan desa yang menyebabkan kegalauan rakyat.

Data mengungkapkan hanya dua IUP batu bara dari 143 di Jambi, yang mengangkut batu bara melalui sungai, sementara lainnya menggunakan jalan umum (Kompas.id, 6/1/2023).

Banyaknya truk pengangkut batu bara yang jumlahnya mencapai 6.000-9.000-an itu sering menyebabkan kemacetan parah. Dan ini berdampak pada banyak kegiatan masyarakat, termasuk pengusaha batu bara sendiri.

Jarak dari lokasi penambangan hingga ke pelabuhan yang teorinya bisa dicapai dalam waktu sehari, kini perlu 3-4 hari.

Selain perusahaan batubara, supir, dan kernet angkutan truk pun terbebani biaya tambahan karena bertambah lamanya perjalanan.

Masyarakat yang tidak terkait dengan batu bara juga mengalami kerugian. Konsumsi BBM meningkat, daya beli menurun.

Sektor-sektor lain pun tidak imun, produktivitas berkurang karena inflasi meningkat hingga 8,55 persen pada tahun lalu, tertinggi di Indonesia.

Truk-truk pengangkut batu bara (ilegal) itu banyak yang mengantre di SPBU untuk membeli solar bersubsidi, padahal bukan jatahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com