POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com – Miris, kata itulah yang menggambarkan sebuah keluarga kurang mampu di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Sebab, selama ini mereka tinggal sekandang dengan ayamnya.
Keluarga yang terdiri dari Musdi (48), Kamsri (54), dan Putra (12) ini tinggal di gubuk berukuran 4x6 meter di Dusun Nganjuk, Desa Sugihwaras, Kecamatan Wonomulyo. Mereka memilih tinggal bersama ayamnya karena takut dicuri orang.
Gubuk yang mereka tinggali berada di belakang permukiman warga. Mereka disebut mengalami gangguan mental dan keterbatasan fisik.
Baca juga: Dinsos: 79 Persen Rumah Keluarga Miskin di Surabaya Sudah Ditempeli Stiker
Tak ada fasilitas dan perabotan termasuk piring dan kursi. Keluarga ini setiap hari dan malam tinggal dan tidur bersama belasan ekor ayam peliharaannya, yang setiap hari tentu saja membuang kotoran dalam rumah.
“Memang sudah lama tinggal bersama ayamnya. Dulu warga pernah membuatkan kandang di belakang gubuknya, tapi karena alasan takut ayamnya dicuri orang, keluarga ini memilih tetap tinggal dalam rumah bersama ayamnya,” jelas Rustam, Kepala Dusun Nganjuk.
Rumah tersebut berdinding tembok bata yang belum diplester, dan beratap seng dari hasil renovasi bantuan setahun lalu.
Hanya terdapat satu tempat tidur dan balai-balai. Karena tidur dengan ayam, maka hewan itu kerap masuk kelambu tempat tidur, sehingga terlihat penuh kotoran.
Pendapatan keluarga ini pun tak menentu. Kamsri sang istri, bekerja sebagai penjual sapu lidi di pasar. Sementara Musdi dulu bekerja sebagai penjual rumput keliling ke pemilik ternak di Polewali Mandar. Mereka makin terpuruk setelah kebakaran menghanguskan rumah beserta perabotannya.
Di saat keluarga ini sedang membutuhkan bantuan dan uluran tangan, daftar namanya sebgai penerima sejumlah bantuan sosial justru dicabut pemerintah tanpa alasan.
Baca juga: Mahasiswi UNY dari Keluarga Miskin di Purbalingga Ini Meninggal Saat Perjuangkan Keringanan UKT
Praktis, keluarga kurang mampu ini terpaksa hanya mengandalkan bantuan tetangga sekitarnya, serta pemerintah setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari..
Pendapatan Kamsri sebgai pedagang sapu di Pasar Wonomulyo jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga kecilnya.
Sementara sang ayah, Musdi sudah beberapa tahun kesulitan berjalan lantaran kakinya menderita luka bakar hingga lumpuh. Jangankan bekerja mencari nafkah, Musdi bahkan kerap meminta bantuan orang lain untuk berjalan.
“Saya bisanya jualan sapu di pasar. Bapaknya sudah tidak mampu bekerja sejak musibah kebakaran hingga kakinya terbakar,” jelas Kamsri.
Anaknya, Putra pun demikian, ia tidak bisa bicara sejak lahir. Karena mengalami keterbelakangan mental sejak lahir, Putra tentu saja tak bisa diharap menjadi tulang punggung ekonomi unutk menopang hidup keluarga kecilnya.
Rustam melanjutkan, sejak 2016 keluarga itu mendapat Bantuan Pangan Non Tunai atau (BPNT) dan Penerima Keluarga Harapan (PKH).
Baca juga: Cegah Keluarga Miskin Baru, Menko PMK Berharap PHK Jadi Jalan Terakhir Pengusaha