Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawin Tangkap di Sumba, Diculik untuk Dinikahi, Citra Menangis sampai Tenggorokan Kering

Kompas.com - 09/07/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Para pejabat Pemerintah Daerah Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menandatangani kesepakatan menolak praktik 'kawin tangkap' demi meningkatkan perlindungan perempuan dan anak.

Kesepakatan itu dibuat setelah muncul video viral pada akhir Juni lalu yang memperlihatkan seorang perempuan di Sumba dibawa secara paksa oleh sekelompok pria dalam sebuah praktik yang dikenal masyarakat setempat dengan sebutan 'kawin tangkap', atau penculikan untuk perkawinan.

Menanggapi video itu, pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyatakan prihatin.

Baca juga: [KLARIFIKASI] Video Perempuan di Sumba Diduga Kawin Tangkap

Dia kemudian berkunjung ke Sumba pada pekan lalu untuk membahas permasalahan praktik itu, yang ia sebut sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan mengatasnamakan budaya.

Sejumlah pegiat perempuan mendorong pemerintah daerah untuk tegas menanggapi praktik 'kawin tangkap'.

Alasannya, hal itu dianggap sebagai bentuk ketidakadilan yang berlapis bagi perempuan dan juga menimbulkan stigma bagi korban yang berhasil keluar dari penculikan.

Adapun pengamat budaya mengatakan hingga kini perdebatan terus berlanjut terkait asal-usul praktik tersebut.

Ketidaktegasan untuk menghentikannya juga dianggap sebagai pemicu kejadian itu terus berulang.

Baca juga: Soal Kawin Tangkap di Sumba dan Budaya Kekerasan terhadap Perempuan...

'Saya tidak punya kekuatan'

Foto ilustrasi. Pemerintah daerah Sumba sepakat meningkatkan perlindungan perempuan dan anak, termasuk melalui menolak praktik kawin tangkap. Reuters/Willy Kurniawan Foto ilustrasi. Pemerintah daerah Sumba sepakat meningkatkan perlindungan perempuan dan anak, termasuk melalui menolak praktik kawin tangkap.
Citra, bukan nama sebenarnya, menceritakan praktik 'kawin tangkap' yang dia alami saat tinggal di Kabupaten Sumba Tengah pada 2017.

Ia mengaku ditangkap dan ditahan selama berhari-hari oleh pihak keluarga yang menginginkannya sebagai menantu.

Pada Januari tahun itu, Citra bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat setempat dan diminta ikut rapat oleh pihak yang ia sebut janggal dari keseharian tugasnya.

Meski demikian, ia memenuhi tanggung jawabnya dan menghadiri pertemuan itu.

Baca juga: Viral Video Perempuan Ditangkap di Sumba Diduga Kawin Tangkap

Kira-kira satu jam setelah pertemuan itu berjalan, Citra mengatakan bahwa mereka meminta untuk berpindah lokasi.

Citra mengiyakan dan hendak menghidupkan mesin motornya ketika sejumlah orang tiba-tiba mengangkat dan membawanya ke dalam sebuah mobil.

Wanita yang saat itu berusia 28 tahun tersebut menjerit dan meronta-ronta mencoba melepaskan diri.

Baca juga: Berkas Perkara Kawin Kontrak di Puncak Dinyatakan Lengkap

"Tapi, saat itu ada dua orang yang memegang saya di belakang (mobil). Saya tidak punya kekuatan," tuturnya sambil mengingat kejadian itu kepada BBC News Indonesia melalui telepon, Senin (6/7/2020).

Dalam perjalanan, ia mengirimkan SMS kepada keluarga dan pacarnya saat itu untuk mengatakan bahwa ia dibawa lari.

"Sampai di rumah pelaku, sudah banyak orang, sudah pukul gong, pokoknya [menjalankan] ritual yang sering terjadi ketika orang Sumba bawa lari perempuan," jelas Citra.

Baca juga: Dibayar hingga Rp 10 Juta, Sindikat Kawin Kontrak di Puncak Telah Berjalan Lima Tahun

Ritual dan rayuan

Foto ilustrasi rumah adat di Sumba Timur. Reuters/Willy Kurniawan Foto ilustrasi rumah adat di Sumba Timur.
Ia mengatakan, ia terus melakukan perlawanan dan berusaha untuk mengelak dari ritual-ritual yang dianggap dapat membantu menenangkan perempuan yang ditangkap, seperti penyiraman air pada dahi.

"Saya naik ke pintu rumah adat mereka, biasa ada ritual siram air. Kalau istilah orang Sumba, ketika disiram air, kita tidak bisa kembali, tidak bisa turun lagi dari rumah tersebut. Tapi, karena saya masih dalam keadaan sadar saat itu, air tidak kena di dahi, tapi kena di kepala."

"Terus saya tetap dibawa masuk ke rumah. Di situ saya protes, saya menangis, saya banting diri, kunci (motor) yang saya pegang saya tikam di perut saya sampai memar. Saya hantam kepala saya di tiang-tiang besar rumah, maksudnya supaya mereka kasihan dan mereka tahu saya tidak mau," kata Citra.

Baca juga: WNA Ditangkap Kasus Kawin Kontrak di Puncak, Pertama Kalinya Polisi Jadikan Konsumen sebagai Tersangka TPPO

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com