Ia menambahkan, pihak pelaku mengatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena sayang kepadanya.
Hal itu dibantah oleh Citra yang menganggap perlakuan itu salah.
Segala upaya dan rayuan dilakukan demi mendapatkan persetujuan Citra dan keluarganya.
"Saya menangis sampai tenggorokan saya kering. Mereka berusaha memberi air, tapi saya tidak mau," tutur wanita yang kini berusia 31 tahun itu.
"Kalau orang Sumba, karena saya biasa dengar, kalau orang dibawa lari begitu, karena masih banyak yang percaya istilah magic - jadi kalau kita minum air, atau makan nasi pada saat itu, kita bisa, walaupun kita mau nangis setengah mati bilang tidak mau - saat kita kena magic kita bisa bilang iya."
Baca juga: Tiga Provinsi di China Ini Jadi Lokasi Praktik Perdagangan Manusia Modus Kawin Kontrak
Lanjut beberapa hari, Citra masih menolak untuk makan dan minum.
"Karena terus menangis sepanjang malam, tidak tidur, saya rasa benar-benar sudah mau mati," katanya.
Adik Citra kemudian datang membawakan makan dan minum sambil proses negosiasi berdasarkan adat berjalan.
Akhirnya pada hari keenam, keluarga Citra, didampingi pihak pemerintah desa dan LSM, berhasil membawa dia pulang.
Baca juga: Kasus Perdagangan Orang dengan Modus Kawin Kontrak, 7 WNA Dideportasi
Menurut data yang dikumpulkan Aprissa Taranau, ketua Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) Sumba, setidaknya ada tujuh kasus kawin tangkap sepanjang 2016 hingga Juni 2020, termasuk kejadian yang menimpa Citra.
Beberapa perempuan berhasil melepaskan diri, sementara tiga di antara mereka melanjutkan perkawinan, kata Aprissa.
Dua kasus yang paling terkini terjadi pada 16 dan 23 Juni lalu, di Sumba Tengah. Salah satu perempuan akhirnya menikah.
Pulau Sumba, yang berada di provinsi Nusa Tenggara Timur, terdiri dari empat kabupaten, yakni Sumba Barat, Sumba Barat Daya, sumba Tengah dan Sumba Timur.
Baca juga: Pemilik Rumah Mewah Jadi Tersangka Kasus Perdagangan Manusia dengan Modus Kawin Kontrak
Kasus-kasus tersebut, kata Aprissa, lebih banyak terjadi di Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah.
Pegiat perempuan itu mendorong penghentian praktik yang ia sebut merendahkan martabat perempuan.
"Kawin tangkap ini hanya menghasilkan kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan, secara fisik, seksual, psikis, belum lagi stigma kalau ia keluar dari perkawinan yang dia tidak inginkan.
"Begitu berlapis 'pemerkosaan', dalam tanda kutip, yang dialami oleh perempuan, sehingga hal ini harus dihentikan karena sangat mencederai kemanusiaan, harkat dan martabat perempuan," kata Aprissa melalui telepon, Selasa (7/7/2020).
Baca juga: Polda Kalbar Periksa 7 Orang Terkait Sindikat Perdagangan Orang dengan Modus Kawin Kontrak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menanggapi video itu dengan mengatakan bahwa kasus penculikan merupakan salah satu bentuk kejahatan dan pelecehan terhadap adat perkawinan yang sakral dan mulia.
Bintang juga memutuskan untuk mengunjungi Kota Waingapu di Sumba Timur untuk menghadapi masalah tersebut, termasuk mengadakan diskusi bersama masyarakat setempat dalam upaya untuk mengakhiri praktik 'kawin tangkap'.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Nasib Korban Kawin Kontrak di China Temui Titik Terang
Dalam kunjungan pada pekan lalu itu, Bintang menghadiri penandatanganan kesepakatan pemerintah daerah pada tingkat kabupaten dan provinsi yang menolak 'kawin tangkap' adalah budaya Sumba.