Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/06/2019, 10:56 WIB
Achmad Faizal,
Rachmawati

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, mengaku butuh perjuangan lebih saat memeriksa saksi pengurus Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Kota Surabaya. Alasannya karena banyak pengurus YKP yang lanjut usia.

"Kita penuh perjuangan menghadirkan saksi pengurus. Banyak pengurus yang lanjut usia, ada yang berusia 80 tahun, 82 tahun. Ada juga yang mengenakan alat bantu dengar dan ada yang harus dibopong untuk berjalan," kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Didik Farkhan Alisyhadi, Jumat (21/6/2019).

Baca juga: Cerita Risma Selamatkan Aset Pemda, Kosongkan Mes Persebaya hingga Ambil Alih Kolam Renang

Dia menceritakan, pada pemeriksaan Kamis kemarin, seorang pengurus YKP bahkan hampir pingsan saat dicecar pertanyaan oleh penyidik.

"Yang bersangkutan mengenakan jam tangan yang dilengkapi pengukur detak jantung. Karena itu terpaksa pemeriksaan dihentikan," terangnya.

Pemeriksaan terhadap semua pihak akan terus dilakukan penyidik Kejati Jatim.

Sebelumnya penyidik memeriksa Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Kota Surabaya, Armudji.

Pemeriksaan kata dia untuk menggali dan melengkapi berkas penyelidikan dugaan kasus penyalahgunaan aset Pemkot Surabaya.

Banjir dukungan

Langkah Kejati Jatim memproses kasus YKP mendapatkan dukungan morel dari masyarakat. Miko Saleh, Koordinator East Java Corruption and Judicial Watch Organisation (EJCWO) mengaku siap menyuplai data untuk penyidik Kejati Jatim jika dibutuhkan.

"Kebetulan kami mengikuti semua proses kasusnya dan kami punya data pendukungnya. Kita siap suplai data untuk penyidik jika diminta," kata Miko.

Baginya, upaya hukum Kejati Jatim dalam memproses kasus ini adalah langkah maju dan signifikan. Apalagi sampai ada upaya penggeledahan, pemblokiran rekening, hingga pencekalan pengurus.

"Kasus YKP adalah megakorupsi di Kota Surabaya. Instrumen kasus ini adalah kerugian negara triliunan rupiahh dan melibatkan banyak pihak. Penyidik pasti tahu siapa orang-orangnya," terang Miko.

Baca juga: 2 Jam Diperiksa, Risma Jawab 14 Pertanyaan Seputar Kasus YKP

YKP dibentuk oleh Pemkot Surabaya sejak 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah berasal dari pemkot, yaitu tanah negara bekas Eigendom verponding.

Sejak pendirian, YKP selalu diketuai oleh Walikota Surabaya dan Wali Kota Surabaya terakhir yang menjabat yakni Sunarto pada 1999.

Karena ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin saat itu sebagai ketua.

Pada 2002, walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP.

Sejak saat itu pengurus baru itu mengubah AD/ART dan ada dugaan melawan hukum dengan memisahkan diri dari Pemkot Surabaya.

Baca juga: Risma Hadiri Pemeriksaan Kasus Penyalahgunaan Aset YKP Surabaya

Hingga 2007, YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com