KOMPAS.com - Tendangan sang kiper satu kaki, Eman Sulaeman, sudah mendunia. Eman pun dikukuhkan menjadi kiper yang terbaik dalam ajang Street Soccer Homeless World Cup 2016 silam di Galsgow, Skotlandia.
Mungkin banyak dari kita yang tidak mengetahui kisah hidup pria asal Majalengka tersebut. Selain menjadi kiper berkaki satu terbaik, Eman saat ini sedang menggapai cita-citanya untuk membahagiakan orangtua dan negaranya, Indonesia.
Inilah fakta di balik kisah hidup sang kiper berkaki satu terbaik dari Majalengka.
Eman Sulaeman (30) lahir di sebuah keluarga petani yang sederhana di Desa Tegal Sari, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Eman adalah anak kedelapan dari pasangan Suhana (78) dan Opi Sopiah (60).
Eman memiliki tujuh saudaranya, yakni Mimin (45), Maman (44), Yaya (43), Didi (alm) 25), Nani (38), Sholeh Udin (37), dan Jaja (35). Meski kondisi fisiknya tidak sempurna, namun Eman tetap percaya diri dan pantang menyerah. Kaki kanannya normal, namun kaki kiri Eman hanya sebatas lutut.
Awal mula Eman mencintai olahraga sepak bola tak lepas dari sang kakak, Jaja. Saat masih duduk di bangku sekolah dasar, Jaja selalu mengajak adiknya menonton sepak bola.
Eman dan Jaja memang sangat dekat. Bahkan, Jaja akan pasang badan jika ada orang lain yang mengganggu Eman.
Selain itu, cinta kedua orangtuanya pun terus membangkitkan semangat Eman untuk meraih cita-cita. Orangtuanya selalu meyakinkan Eman bahwa kekurangan fisik bukanlah menjadi penghalang untuk meraih cita-cita.
Tetes air mata kebahagiaan kedua orangtua Eman pun luruh ketika melihat video Eman saat dinobatkan menjadi kiper terbaik di ajang Street Soccer Homeless World Cup di Galsgow.
Dengan penghargaan dan hadiah yang diraihnya, Eman ingin membahagiakan kedua orangtuanya.
“Ibu bapak menjadi petani bukan tanah sendiri, melainkan penggarap atau buruh tani. Saya ingin membahagiakan keduanya,” harap Eman kepada Kompas.com bulan September 2018 lalu.
Baca Juga: Kisah Eman Sulaeman Jadi Kiper Terbaik Dunia Meski Hanya Punya Satu Kaki (1)
Masih segar di ingatan Eman, sekitar tahun 1996 ketika ia masih duduk di bangku kelas II SDN 1 Tegal Sari, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Eman kerap kali diajak bermain sepak bola oleh kakaknya, Jaja (35), setiap sore.
Waktu itu, Eman terus memperhatikan sang kakak dan teman-temannya bermain bola.
Eman pun memberanikan diri untuk meminta bantuan Jaja berlatih sepak bola. Jaja pun memenuhi permintaan Eman dan mengajari adiknya penuh kesabaran.
Kondisi fisik Eman yang kurang membuatnya sempat kesulitan. Seperti diketahui, sepak bola adalah olahraga yang mengandalkan gerakan kaki untuk berlari dan menendang.
“Awalnya kesulitan karena kondisi fisik yang seperti ini. Tapi Kang Jaja selalu memotivasi dan mendidik saya agar tetap bagus bermain bola. Guru saya ya kakak saya,” kata Eman saat ditemui usai latihan di GOR.
Untuk belajar berlari kencang, Eman menggunakan bantuan tangan kirinya. Sesekali merasa kesulitan dan kesakitan, namun Eman tak berhenti terus berlatih.
Baca Juga: Kisah Eman, Kiper Satu Kaki Terbaik Dunia: Diremehkan hingga Menangis Bukan Penghalang (2)
Pria kelahiran 7 Februari 1988 tersebut mengaku, saat mulai mengenal sepak bola dengan sang kakak, Eman sering berlatih sendiri di sebuah lapangan di belakang sekolahnya.