Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga Pelosok Berjalan Kaki 5 Kilometer untuk Berburu Air Keruh

Kompas.com - 08/10/2018, 12:21 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Reni Susanti

Tim Redaksi

GROBOGAN, KOMPAS.com - Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dinilai belum efektif memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat wilayah pelosok Grobogan.

Salah satu penyebabnya yakni sumber air tanah. Hal itu merujuk pada riset geologi yang menyebut wilayah Kabupaten Grobogan adalah kawasan yang minim pasokan air tanah.

Seperti di Desa Suwatu dan Desa Nglinduk, Kecamatan Gabus. Kedua desa ini berlokasi paling ujung dan berbatasan dengan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Akses infrastruktur kurang memadai karena harus membelah kawasan hutan melalui jalur alami.

Baca juga: Kekeringan, Tiap Malam PDAM Bandung Hentikan Suplai Air ke Pelanggan

Kemarau panjang yang melanda warga sejak Juni lalu atau hampir lima bulan ini mengakibatkan sumber air alami andalan mengering.

Debit air sungai setempat menciut tak bersisa, pun demikian sumur tadah hujan kepunyaan masing-masing warga juga gersang.

Sejauh ini, droping air dari pemerintah masih kurang. Karenanya, warga berburu air hingga menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Ada yang berjalan kaki atau mengendarai motor.

Mereka menggali tanah di dasar sungai setempat yang telah mengering. Tanah dilubangi selayaknya sumur dengan kedalaman dan diameter yang bervariasi.

Warga biasa menyebutnya "belik". Liang-liang ciptaan itu perlahan digenangi air. Air yang keruh itu kemudian diciduk menggunakan gayung atau ditimba dengan ember untuk kemudian diisikan ke dalam jeriken.

Untuk memenuhi satu jeriken ukuran 40 liter, dibutuhkan waktu paling cepat 10 menit.

Baca juga: Pengungsi di Palu Utara Mulai Kehabisan Air Bersih dan Makanan

Jeriken yang telah dipenuhi air digendong menuju rumah dengan cara berjalan kaki. Jeriken juga diangkut menggunakan motor.

Tak ada pilihan lain meski jarak dari rumah menuju belik sangat jauh dengan melintasi perbukitan dan kawasan hutan.

"Sudah lima bulan ini warga Desa Suwatu dan Desa Nglinduk mengantre untuk mendapatkan air dari belik-belik yang diciptakan di dasar sungai. Jarak dari rumah menuju belik sekitar 5 kilometer," kata Rudi Prasetyo (33), warga Desa Nglinduk, Sabtu (6/10/2018).

"Droping air tak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Untuk kebutuhan MCK, air dari belik kami masak, karena airnya keruh," tuturnya.

Warga Desa Nglinduk lainnya, Winarsih (53), mengaku mengesampingkan kesehatan fisiknya asalkan bisa mendapatkan air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com