Salin Artikel

Kisah Warga Pelosok Berjalan Kaki 5 Kilometer untuk Berburu Air Keruh

Salah satu penyebabnya yakni sumber air tanah. Hal itu merujuk pada riset geologi yang menyebut wilayah Kabupaten Grobogan adalah kawasan yang minim pasokan air tanah.

Seperti di Desa Suwatu dan Desa Nglinduk, Kecamatan Gabus. Kedua desa ini berlokasi paling ujung dan berbatasan dengan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Akses infrastruktur kurang memadai karena harus membelah kawasan hutan melalui jalur alami.

Kemarau panjang yang melanda warga sejak Juni lalu atau hampir lima bulan ini mengakibatkan sumber air alami andalan mengering.

Debit air sungai setempat menciut tak bersisa, pun demikian sumur tadah hujan kepunyaan masing-masing warga juga gersang.

Sejauh ini, droping air dari pemerintah masih kurang. Karenanya, warga berburu air hingga menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Ada yang berjalan kaki atau mengendarai motor.

Mereka menggali tanah di dasar sungai setempat yang telah mengering. Tanah dilubangi selayaknya sumur dengan kedalaman dan diameter yang bervariasi.

Warga biasa menyebutnya "belik". Liang-liang ciptaan itu perlahan digenangi air. Air yang keruh itu kemudian diciduk menggunakan gayung atau ditimba dengan ember untuk kemudian diisikan ke dalam jeriken.

Untuk memenuhi satu jeriken ukuran 40 liter, dibutuhkan waktu paling cepat 10 menit.

Jeriken yang telah dipenuhi air digendong menuju rumah dengan cara berjalan kaki. Jeriken juga diangkut menggunakan motor.

Tak ada pilihan lain meski jarak dari rumah menuju belik sangat jauh dengan melintasi perbukitan dan kawasan hutan.

"Sudah lima bulan ini warga Desa Suwatu dan Desa Nglinduk mengantre untuk mendapatkan air dari belik-belik yang diciptakan di dasar sungai. Jarak dari rumah menuju belik sekitar 5 kilometer," kata Rudi Prasetyo (33), warga Desa Nglinduk, Sabtu (6/10/2018).

"Droping air tak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Untuk kebutuhan MCK, air dari belik kami masak, karena airnya keruh," tuturnya.

Warga Desa Nglinduk lainnya, Winarsih (53), mengaku mengesampingkan kesehatan fisiknya asalkan bisa mendapatkan air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Nenek sebatang kara itu harus bolak-balik dari rumah menuju belik lebih dari lima kali dalam sehari untuk mengambil air.

Air dari belik, ia tampung ke dalam jeriken. Jeriken ukuran 40 liter yang telah dipenuhi air kemudian digendong menuju rumah dengan berjalan kaki sejauh 5 kilometer.

"Sehari bolak-balik tujuh kali untuk ambil air di belik. Padahal tubuh ini sudah tak begitu kuat mengangkut beban. Mau gimana lagi, hujan tak kunjung datang," kata petani ini.

Perangkat Desa Suwatu, Suwanto menyampaikan, Desa Suwatu dan Desa Nglinduk adalah potret salah satu desa di Kabupaten Grobogan yang mengalami krisis air terparah setiap tahunnya.

Harapannnya, pemerintah bisa mencarikan solusi terbaik untuk mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat.

"Setiap kemarau, ribuan warga Desa Suwatu dan Nglinduk selalu mengalami krisis air. Tolong pemerintah mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan klasik ini. Kasihan warga," kata Suwanto.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Grobogan, M Chanif mengatakan, di Kabupaten Grobogan terdapat 273 desa dari 19 kecamatan.

Adapun program Pamsimas yang berlangsung sejak 2008 sudah berjalan di 150-an desa di Grobogan.

Melalui pamsimas sudah terealisasi sumur, tandon, jaringan, dan sambungan (satu paket instalasi pamsimas) di setiap desa.

Satu paket Pamsimas dianggarkan Rp 300 juta.

"Namun karena minimnya sumber air tanah, masih banyak desa yang tak terjangkau Pamsimas. Bahkan saat ini 20 persen mangkrak karena sumber air tanahnya habis," tutur kata Chanif.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, 82 desa yang ada di 12 kecamatan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, mengalami krisis air bersih akibat kemarau.

Tercatat, permintaan droping air bersih dari puluhan desa itu sudah berlangsung sejak awal Juni. 


https://regional.kompas.com/read/2018/10/08/12211031/kisah-warga-pelosok-berjalan-kaki-5-kilometer-untuk-berburu-air-keruh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke