Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Sebut Indonesia Terendah Konsumsi Susu se-ASEAN

Kompas.com - 13/08/2018, 13:07 WIB
Hendra Cipto,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com – Polemik susu kental manis yang baru-baru ini menghebohkan masyarakat, Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengadakan seminar sehari berjudul “Literasi Gizi : Belajar dari Polemik Kasus Susu Kental Manis,” di Universitas Indonesia (UI).

Menurut rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (12/8/2018) menyebutkan, dari hasil penelitian yang dilakukan para akademisi itu menyebutkan bahwa Indonesia terendah mengkonsumsi susu se-ASEAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2017, konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 16,5 liter/kapita/tahun.

Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan data USDA Foreign Agricultural Service 2016 (PDF) untuk Malaysia (50,9 liter), Thailand (33,7 liter), dan Filipina (22,1 liter). Produksi susu segar di Indonesia sendiri baru mencapai 920.093,41 ton pada 2017. Angkanya hanya naik 0,81 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 912.735,01 ton.

Baca juga: BNPB Imbau Tidak Donasi Susu Formula bagi Bayi dan Anak Korban Gempa Lombok

“Dari angka ini, dapat dilihat bahwa budaya minum susu di Indonesia masih rendah. Dan dari berbagai jenis susu yang beredar di pasaran, susu kental manis merupakan jenis susu yang paling banyak dibeli oleh masyarakat Indonesia,” ungkap Guru Besar IPB, Prof.Dr.Ir. Ahmad Sulaeman.

Ahmad menyatakan bahwa susu kental manis terbuat dari susu segar, kemudian ada kandungan lain seperti susu skim, susu skim powder, gula, lalu ada susu bubuk whey, buttermilk powder, serta palm oil.

“Susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu. Atau, merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Gula yang ditambahkan digunakan untuk mencegah kerusakan produk. Produk susu kental manis lantas dipasteurisasi dan dikemas secara kedap (hermetis),” jelas Ahmad.

Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI), Ir Ahmad Syafiq menyampaikan, bahwa susu kental manis memiliki kandungan energi yang diperlukan untuk mendukung pemenuhan gizi masyarakat termasuk anak-anak.

Baca juga: BPOM: Susu Kental Manis Hanya Pelengkap, Bukan Pengganti ASI

“Susu kental manis tidak masalah dikonsumsi secara proporsional. Tapi kalau sudah berlebih, apapun juga tidak boleh. Kandungan lemak dan gula dalam susu kental manis sudah diatur dalam Perka BPOM 21/2016 tentang Kategori Pangan dan Standar Nasional Indonesia Nomor 2971: 2011 tentang susu kental manis,” jelasnya.

Anggota Dewan Pengurus Pusat Persatuan Ahli Gizi (Persagi), Dr Marudut Sitompu menambahkan, susu kental manis memiliki dua karakteristik dasar yaitu memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 8 persen serta kadar protein tidak kurang dari 6,5 persen (plain).

Namun, sejumlah data tidak resmi yang beredar menyebutkan bahwa kandungan gula dan lemak di susu kental manis lebih dari 70 persen dimana kandungan gula melampaui 60 persen. Data ini memunculkan persepsi yang salah mengenai susu kental manis, sehingga berpotensi menimbulkan polemik.

“Susu kental manis adalah minuman bergizi, tidak bisa disamakan dengan minuman manis atau air tajin yang sering diberikan ke anak. Gula dalam susu kental manis bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Tambahan gula atau added sugar dalam susu kental manis bila disajikan sesuai takaran atau aturan dari BPOM, terdapat 14 gram gula dalam satu gelas sajian,” bebernya.

Kompas TV Meski keuntungnnya hanya 30 sampai 70 ribu per hari, ia tetap rajin menabung agar bisa berangkat haji suatu saat nanti.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com