Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahyudin Dirikan Sekolah Gratis untuk Anak Miskin dengan Fasilitas Mirip Sekolah Mahal

Kompas.com - 24/08/2017, 10:24 WIB
Farid Assifa

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Berawal dari keprihatinan terhadap anak-anak eks pengungsi letusan Gunung Galunggung tahun 1982 yang tak bisa melanjutkan sekolah karena ijazah mereka hilang, seorang pengusaha asal Tasikmalaya, Tahyudin, mendirikan madrasah ibtidaiyah dan taman kanak-kanak gratis.

Sekolah yang diberi nama Madarsah Ibtidaiyah (MI) dan TK Terpadu Cintaraja ini berdiri di atas lahan wakaf sumbangan dari Ustaz H Dudung TS seluas 1.999 meter persegi di Kampung Gandrung, Desa Cintaraja, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya.

Untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak kurang beruntung itu, Tahyudin harus melewati perjuangan yang berat.

Kepada Kompas.com, Tahyudin menceritakan perjuangannya membangun fasilitas pendidikan bagi anak-anak yang terpinggirkan dan tidak bisa membaca serta menulis.

(Baca juga: Kisah Perjuangan Pasutri Mendirikan Sekolah Gratis untuk Anak Berkebutuhan Khusus )

Pada tahun 2010, Tahyudin mulai berkisah, ia mendirikan MI terpadu (setara SD) di bawah naungan lembaga yang dibentukanya tahun 2000, Yayasan Ponpes Riyadlu As Shalihin.

Saat itu, sekolah tersebut belum memiliki ruangan untuk belajar. Para siswa menumpang di sebuah madrasah yang biasa dipakai masyarakat untuk pengajian dan sekolah diniyah.

Pembelajaran pun dilakukan secara bergantian karena ruangannya dipakai untuk sekolah diniyah anak-anak pada sore harinya.

"Gurunya pun dari keluarga dekat dan alumni pesantren di sekitar sekolah. Mereka telaten dan ikhlas mengajar di sini," kata mantan wartawan harian lokal di Tasikmalaya ini, Rabu (20/8/2017).

Awalnya, jumlah siswa hanya belasan orang. Ada sebagian orangtua siswa yang enggan menyekolahkan anaknya. Hal itu karena mereka merasa ribet anaknya belajar dengan ganti-ganti ruangan akibat minim fasilitas.

"Meski demikian, kami tidak patah arang untuk terus gencar menyosialisasikan sekolah kami yang serba gratis ini," kata dia.

Jadi sopir

Selain siswa tidak dipungut biaya apapun, sekolah tersebut juga menyediakan fasilitas mobil jemputan. Tahyudin mengaku dia menyediakan mobil tersebut dengan pemikiran bahwa anak-anak yang kurang beruntung juga harus diperlakukan yang sama dalam menerima fasilitas.

"Kami ingin mereka merasakan fasilitas mirip sekolah-sekolah mahal," tandasnya.

Nereka pun dijemput mobil minibus khusus dari sekolah, pulang pergi. Hal itu berjalan sekitar beberapa bulan.

Pada tahun kedua setelah sekolah berjalan, badai menerpa perekonomian keluarga Tahyudin. Suami Wiwin Nurkamelia ini tertipu Rp 2,5 miliar saat melakukan bisnis batu bara di Sebuluk, Kuta Kertanegara, Kalimantan Timur. Akibatnya, utang pun menumpuk, terutama ke bank.

(Baca juga: Sekolah Gratis Sang Juru Parkir)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com