MAMUJU, KOMPAS.com - Setelah menyeret Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mamuju Ayyub Yusuf ke dalam penjara terkait kasus korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) tahun 2016 senilai Rp 7,2 miliar, kini giliran bendahara BPKAD Mamuju yang menyusul ke jeruji besi, Selasa (18/7) kemarin.
Korupsi dana Bansos ini juga menjadi alasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) batal menganugerahkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) kepada pemerintah daerah yang berprestasi mengelola daerahnya.
Kasipidus Kejari Mamuju, Cahyadi Sabri SH MH, yang dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (18/7/2017), membenarkan bahwa bendahara BPKAD Mamuju, Abdullah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus koruipsi dana bansos Rp 7,2 miliar. Sebelumnya, Kepala BPKAD Ayyub Yusuf sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus serupa.
Baca juga: Terpidana Korupsi Dana Bansos di Sulsel Bebas Bersyarat
Abdullah dinyatakan ikut bersama-sama melakukan kejahatan korupsi hingga menyebabkan negara rugi sekitar Rp 7,2 miliar. Tersangka Abdullah resmi ditahan di Rutan Mamuju sejak Selasa kemarin.
Meski tersangka Abdullah membantah menikmati dana Rp 7,2 miliar yang sudah dicairkan atas persetujuan dirinya, namun menurut Cahyadi, ada banyak bukti menunjukkan bahwa tersangka Abdulah mencairkan dana Bansos meski dokumen pencairannya tidak memenuhi syarat dan ketentuan.
“Berdasarkan bukti-bukti penyidikan dan persidangan di PN Mamuju, tersangka Abdullah dinyatakan terlibat bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi bersama pimpinannya, Ayyub Yusuf. Banyak dokumen yang tidak memenuhi ketentuan, namun dananya tetap dicairkan,” jelas Cahyadi.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamuju Jefri Penanging Makapedua, dalam keterangan persnya, Selasa (18/7/2017) kemarin, mengatakan, tersangka berinisial A, bendahara BPKAD Kabupaten Mamuju, terlibat korupsi penyalahgunaan dana Bansos yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Mamuju tahun 2016, yang tidak di rencanakan sebelumnya.
Akibat perbuatan para tersangka, negara dirugikan Rp 7,2 miliar lebih.
Jefri mengatakan, yang bersangkutan dinyatakan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman sesuai pasal 2, minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Untuk pasal 3, minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Secara terpisah, kuasa hukum tersangaka, Nasrung SH yang mendampingi kliennya saat menjalani pemeriksana di kantor Kejari Mamuju, mengatakan, kliennya hanya menunjukkan loyalitas terhadap Ayyub Yusuf selaku pimpinan. Apalagi, Ayyub menyatakan kepada kliennya bahwa hal tersebut merupakan kebijakan meski kliennya sendiri tidak mengerti.
“Selain loyalitas kepada pimpinan, dia hanya melaksanakan tugas, karena menurut pimpinannya ini ada kebijakan. Namun klien kami belum tahu detail kebijakan apa yang dimaksud pimpinannya,” tutur Nasrung.
Nasrung menjelasakan, kliennya tidak ikut menikmati kucuran dana bansos Rp 7,2 miliar.
Kauss korupsi yang menyeret pejabat Badan Pengelola Keungan dan Aset Daerah Mamauju ini menyebakan pemerintah Kabupaten Mamuju tahun ini gagal meraih predikat opini wajar tanpa pengecualiaan (WTP) untuk tahun anggaran 2016.
Baca juga: Buron Setahun ,Tersangka Penggelapan Bansos Dibekuk Polisi
Kepala Pelaksana Harian BPK RI Provinsi Sulbar, Moch Iwan Rivdijanto dalam siaran persnya, mengatakan, kegagalan Pemkab Mamuju meraih WTP tahun ini disebabkan kasus tindak pidana korupsi dana Bansos yang merugikan negara lebih dari Rp 7,2 miliar.
Kasus tersebut menyeret mantan Kepala Badan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mamuju Ayyub Yusuf, dan bendaharanya.