Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Longsor di Kintamani, Tragedi Itu Tidak Datang Tiba-tiba

Kompas.com - 16/02/2017, 17:15 WIB

BANGLI, KOMPAS.com - Bali berduka. Bencana alam menerjang Pulau Dewata. Sebanyak 13 orang meninggal dalam bencana tanah longsor yang menimpa sejumlah wilayah di Kintamani, Kabupaten Bangli, Jumat (10/2/2017) hingga Sabtu (11/2/2017).

Hujan ekstrem dengan intensitas di atas normal dan berlangsung berhari-hari memicu bencana tanah longsor di sekitar kaldera Gunung Batur, Kintamani. Lima desa di Kecamatan Kintamani menjadi korban longsor, yakni Desa Songan B, Desa Batur Selatan, Desa Sukawana, Desa Awan, dan Desa Subaya.

"Saya sedang di kamar, tetapi tidak tidur. Saya mendengar suara gemuruh lalu semuanya gelap," kata Jero Alep, perempuan warga Banjar Bantas, Desa Songan B, menceritakan musibah yang terjadi pada Jumat, saat ditemui, Senin (13/2).

Jero Alep beruntung. Ia selamat setelah ditolong Putu Riana (43), tetangga yang juga kakak iparnya. Riana datang bersama warga untuk menyelamatkan Jero Alep dan keluarganya dari timbunan tanah bercampur air. Jero Alep dan suaminya, I Gede Arta, serta putranya, Kadek Ardiyasa, lolos dari petaka itu.

Nasib berbeda dialami I Wayan Wirtana (39), tetangga Jero Alep. Meskipun Wirtana selamat dari musibah tanah longsor, ia harus kehilangan istrinya, Nengah Resmi alias Jero Resmi, dan dua anaknya, Ni Kadek Sriasih (3) dan Komang Agus Putra Panti (1), sekaligus.

Sebanyak tujuh orang di Banjar Bantas meninggal akibat bencana tanah longsor itu. Di tempat lain, masih di kawasan Kintamani, bencana tanah longsor juga terjadi di Desa Sukawana dan di Desa Awan pada hari yang sama. Empat orang meninggal di Desa Awan dan satu korban meninggal akibat bencana tanah longsor di Desa Sukawana.

Keesokan harinya, Sabtu (11/2), bencana tanah longsor menimpa Desa Subaya, Kintamani, yang berbatasan dengan Desa Sukawana, Bangli, dan Kabupaten Buleleng. Desa Subaya berjarak sekitar 20 kilometer dari Penelokan, Kintamani. Ni Siman (70) ditemukan meninggal dalam timbunan longsor itu.

(Baca juga: 12 Warga Tewas akibat Longsor di Kintamani)

Rawan bencana

Dari peta kerentanan gerakan tanah di Pulau Bali, kawasan sekitar kaldera Batur terdapat zona kerentanan gerakan tanah dengan klasifikasi menengah hingga tinggi. Meskipun menyimpan potensi bencana, perbukitan di kaldera Batur itu tak ubahnya benteng yang melingkari Gunung Batur dan Danau Batur serta merupakan daerah yang memesona.

Kawasan Batur, Kintamani, berada di ketinggian lebih dari 1.050 meter di atas permukaan laut dan berjarak sekitar 70 kilometer dari Kota Denpasar.

Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Timur di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Agus Solihin mengatakan, tanah di Banjar Bantas itu berasal dari pelapukan batu vulkanik. Dengan demikian, tanahnya gembur dan memiliki kemampuan menyerap air tinggi. Selain itu, memiliki kemiringan yang menengah sampai tinggi.

"Apabila curah hujan tinggi, kawasan ini mudah longsor," kata Agus, Sabtu.

Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Unda Anyar, Bali, Hardanto menyatakan, curah hujan di Buleleng pada Kamis (9/2) terpantau mencapai 253 milimeter per hari. "Hujan dengan intensitas di atas 100 milimeter per hari termasuk lebat," kata Hardanto, Selasa.

Menurut Hardanto, kawasan Danau Batur dan sekitarnya memiliki lahan kritis yang sangat luas, mencapai 70 persen dari luas kawasan. Kawasan hutan di kaldera Batur juga mengalami persoalan lingkungan, di antaranya perambahan hutan dan alih fungsi lahan.

Karena lahannya gembur, tidak sedikit warga yang berkebun di lereng itu kemudian membangun permukiman. Wirtana menuturkan, mereka mengolah lahan sekitar 1,5 hektar di lereng Kintamani untuk ditanami sayur, di antaranya labu siam dan kubis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com