Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Kedaulatan Negara di Sebatik

Kompas.com - 11/01/2017, 15:03 WIB
Lukas Adi Prasetya

Penulis

KOMPAS - Entah berapa pejabat sudah melihat Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Setumpuk keinginan pun terlontar untuk mewujudkan Sebatik sebagai "halaman depan" negeri ini, supaya bisa unjuk gigi di depan Malaysia, sang "tetangga sebelah". Masih belum bisa.

Sebatik, pulau di perbatasan ini, dimiliki dua negara, Indonesia dan Malaysia. Terpisah laut, Kota Tawau (Malaysia) terlihat dari Sebatik. Hanya butuh 15 menit ke sana menggunakan perahu cepat (speedboat). Kerlap-kerlip lampu di seberang berpendar saat malam hari. Bikin iri.

Sebelum senja tiba, suatu hari di akhir Desember 2016, Dermaga Lalo Salo, di salah satu sudut Sebatik, tampak ramai. Sebuah jongkong-perahu kayu bermesin-tengah bersandar.

Beberapa orang-buruh angkut-turun ke perahu, memindahkan muatan ke atas dermaga. Sebagian dari muatan ini kemudian dioper lagi ke beberapa mobil bak terbuka.

Muatan itu berupa puluhan karung, kardus, dan plastik berukuran besar yang berisi beras, kacang hijau, minyak goreng, hingga tepung terigu.

Ada pula yang berisi makanan-minuman kaleng, sandal, kasur, susu, hingga kursi plastik. Ada juga 20-an tabung elpiji berwarna kuning. Semua barang ini satu jam sebelumnya masih berada di Kota Tawau.

Inilah salah satu pemandangan rutin di Dermaga Lalo Salo: aktivitas bongkar muat yang sebenarnya ilegal. Ini, kan, barang dari luar negeri, alias barang impor, tetapi tidak dilengkapi surat-surat, apalagi dikenai bea masuk.

Tak ada polisi di sana, tak juga ada tentara. Dan, Lalo Salo hanya salah satu dari beberapa dermaga di Sebatik.

Apa mau dikata, sekitar 70 persen kebutuhan warga Sebatik masih didatangkan dari Tawau.

Sebatik terlalu jauh dijangkau dari Tarakan. Jika menggunakan perahu cepat pun, butuh waktu 2,5 jam dari Tarakan ke Sebatik. Kalau memakai jongkong, tinggal dikalikan tiga atau empat waktunya. Barang dari Tarakan pun didatangkan dari luar Tarakan.

Semakin kecut tatkala melihat kode lambung jongkong yang bersandar sore itu. Kode "TW" itu berarti Tawau. Padahal, ini perahu milik orang Sebatik.

"Namanya juga kapal yang mengangkut muatan secara tidak resmi. Mesti sembunyi-sembunyi. Seringnya sih lolos, tetapi kadang ketahuan," kata Maelah, salah satu buruh angkut dari perahu itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com