Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Orangtua Siswa Diteror, Ada Penelepon Minta Data dari Sekolah

Kompas.com - 04/06/2016, 09:05 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com – Teka-teki tentang adanya teror terhadap puluhan orangtua siswa SD Mujahidin, Pontianak, Kalimantan Barat, mulai terungkap. Identitas dan data para orangtua itu "bocor" setelah seseorang yang mengaku dari kementerian menelepon sekolah tersebut.

Kecemasan dirasakan puluhan orangtua siswa pada rentang waktu hampir bersamaan, Kamis (2/6/2016), sekitar pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Mereka mendapatkan kabar melalui telepon dari seseorang yang mengaku dari sekolah tersebut dan menyatakan bahwa anak mereka dalam kondisi kritis.

Setelah mendapatkan kabar itu, satu per satu orangtua siswa mendatangi sekolah di Jalan MT Haryono tersebut untuk memastikan keadaan anak mereka. Namun, kabar itu ternyata cuma isapan jempol.

(Baca Teror pada Orangtua Siswa di Pontianak Bukan Pertama Kali Terjadi)

Orangtua siswa pun penasaran, bagaimana si penelepon bisa mendapatkan nomor mereka. Bagaimana pula si penelepon bisa mengetahui wali kelas, nama anak dan kelas mereka?

Kepala SD Mujahidin Sutaji mengakui bahwa sebelumnya ia pernah dihubungi seseorang yang mengaku dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 23 Mei 2016. Nomor yang digunakan pun sama dengan nomor dari kementerian tersebut.

"Orang itu menelepon menanyakan, 'Betulkah ini SD Mujahidin?' Saya jawab, 'Betul.' Kemudian dia bilang, 'Bisa enggak ketemu sama operatornya?'," kata Sutaji, Jumat (3/6/2016), menirukan awal pembicaraan telepon yang diterimanya.

Dalam pembicaraan itu, si penelepon mengaku bernama Indra. Ia mengatakan bahwa Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dimiliki oleh SD Mujahidin masih kurang dan harus segera dilengkapi.

Karena khawatir dengan data yang disajikan kurang lengkap, apalagi si penelon mengaku dari kementerian, Sutaji pun menghubungi staf operator yang mengurus data siswa, yaitu Syarifah Heli. Sutaji meminta agar data tersebut dilengkapi.

"Namanya data sekolah bagi saya, kalau kurang lengkap ya harus dilengkapi, memang harus begitu," kata Sutaji.

Tanpa ada kecurigaan sedikit pun, Syarifah kemudian melengkapi data tersebut dan mengirimkan kepada si penelepon.

Dalam data Dapodik tersebut, informasi tentang siswa disajikan secara lengkap dan detail, termasuk riwayat penyakit yang pernah dideritanya.

"Saya heran, dari mana dia bisa dapat nomor telepon sekolah. Bagaimana dia bisa tahu data kita belum sinkron, katanya ada data yang belum lengkap," ujar Sutaji.

Syarifah mengakui bahwa seusai membenahi data dan mengirimkannya kepada si penelepon, ia mengonfirmasi ke Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Namun, jawaban dari dinas menyebutkan bahwa itu bukan dari kementerian. Sayangnya, data sudah terlanjur dikirimkan.

"Karena panik, langsung kirim, apalagi bawa nama kementerian," ujar Syarifah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com