Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah Rendah, Pegawai Honorer "Nyambi" Jadi Petani sampai Tukang Ojek

Kompas.com - 31/03/2016, 16:32 WIB
Syarifudin

Penulis

BIMA, KOMPAS.com - Belasan tenaga honorer mendatangi kantor DPRD Kabupaten Bima, Kamis (31/3/2016). Mereka meminta anggota dewan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan pegawai honorer dengan pemberlakuan upah minimum yang layak bagi mereka.

Kedatangan para tenaga honorer ini langsung disambut oleh Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bima, Sulaiman. Saat beraudiensi dalam ruang komisi, mereka mengaku nasib yang dirasakan tenaga honorer saat ini cukup memprihatinkan.

Untuk itu, para pegawai instansi dan guru honorer ini menuntut pemerintah segera memberlakukan upah minimum yang layak di daerah Kabupaten Bima.

“Sudah belasan tahun kami mengabdi sebagai tenaga honorer, dengan upah sebesar Rp 300 ribu per bulan,” ungkap Salahudin saat beraudiensi dengan anggota dewan.

Menurut mereka, insentif yang mereka terima sangat tidak layak jika dibanding dengan upah buruh bangunan mencapai Rp 70.000 per hari.

“Kalau dilihat dari upah minimum memang sangat tidak wajar. Upah buruh bangunan saja sebesar Rp 70.000 per hari, sementara kita yang bekerja selama 5 hari dalam seminggu hanya Rp 300.000 per bulan,” kata Guru SDN Inpres Dea Kecamatan Sape ini.

Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, lanjut Salahudin, para pegawai honorer terpaksa mencari rezeki tambahan, seperti menjadi buruh kuli bangunan, bertani, tukang ojek, bahkan menjual koran.

Dia juga menuntut perubahan status dari tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Permintaan tersebut menyusul nasib tenaga honorer saat ini, termasuk tenaga sukarela yang masuk K2 sangat memprihatinkan.

Betapa tidak, mereka dipekerjakan penuh, layak seperti PNS. Padahal gaji pegawai honorer hanya Rp 300.000 per bulan, bahkan ada yang tidak terima gaji sama sekali.

“Untuk menuntaskan masalah honorer, Pemerintah harus terlebih dahulu membuat regulasi pengangkatan dari tenaga honorer menjadi CPNS,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Salahudin juga mendesak pemerintah konsisten untuk melaksanakan undang-undang guru dan dosen mengenai penuntasan sertifikasi dan kualifikasi pendidikan tahun 2015.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bima, Sulaiman mengaku telah menerima aspirasi mereka untuk ditindaklanjuti.

“Insya allah, aspirasi tenaga honorer ini menjadi rujukan kami untuk memanggil pihak eksekutif. Terutama membahas soal insentif dan perubahan status tenaga honorer,” kata Sulaiman.

Dia mengaku akan memperjuangkan nasib tenaga honorer tetapi tidak yakin akan diakomodasi pemerintah jika melihat dari postur APBD Kabupaten Bima.

“APBD kita hanya Rp 1,7 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak 60 persen belanja pegawai. Sementara belanja publik hanya 30 persen. Kalau dilihat dari jumlah itu, tentu sangat tidak memungkinkan untuk menambah insentif pegawai honorer, apalagi jumlah pegawai honorer di Bima saat ini sudah membekak, dari 2.500 menjadi 551 orang,” ucapnya.

(Baca juga: Pegawai Honorer di Daerah Harap-harap Cemas...)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com