Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Gempur Soeharto...

Kompas.com - 08/02/2016, 15:10 WIB

Di Indonesia, dinamika politik memberi pengaruh penting dalam pemilihan nama-nama seseorang. Misalnya, setelah peristiwa PRRI, orang-orang Sumatera Barat seolah takut membuka diri sebagai orang Minang karena khawatir dikait-kaitkan dengan PRRI. Mereka memikul beban sejarah.

Contoh lain, saat Orde Baru begitu hegemonik terhadap semua sendi kehidupan berbangsa, orang-orang menjadikannya sebagai inspirasi untuk memberi nama anaknya sesuai kondisi saat itu. Bagi sebagian orangtua saat itu, nama adalah perjuangan.

Baca tulisan sebelumnya: Ketika Orang-orang Minang Sempat Takut Memakai Nama Asli Daerah

Kekuasaan Orde Baru menciptakan hegemoni hingga ke alam bawah sadar yang melahirkan anak kandung bernama mayoritas diam (silent majority).

Etnis Tionghoa dilarang menggunakan nama asli dan harus mengindonesiakan nama-nama mereka. Mencoba melawan? Bisa panjang akibatnya karena Orde Baru demikian kuat. Akhirnya, banyak yang memilih manut dan diam.

Namun, di dalam kediaman itu, muncul sejumlah mahasiswa yang selalu kritis terhadap Soeharto sebagai simbol Orde Baru. Mereka menggalang kekuatan melawan hegemoni kekuasaan.

Menghadapi rezim Soeharto yang dinilainya sangat otoriter, Heri Akhmadi (63) menamai anak sulungnya yang baru lahir dengan nama Gempur Soeharto.

Anak lelakinya itu lahir tanggal 25 September 1978 atau sebulan setelah ia keluar dari penjara. Heri yang saat itu menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung bersama ratusan mahasiswa lainnya ditangkap karena menolak Soeharto yang diajukan kembali sebagai presiden.

Baca juga: Kisah Nama Unik, dari Andy Go To School hingga Rudy A Good Boy

”Saya memberi nama Gempur Soeharto sebagai slogan, tekad, dan semangat saya untuk terus melawan rezim Soeharto yang sudah menjadi sangat otoriter, kejam, dan serakah,” ungkap Heri yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan selama beberapa periode.

Nama yang kemudian menjadi simbol perlawanan itu bahkan kemudian diumumkan dalam pertemuan di Gedung Serba Guna ITB sehingga terdengar petugas intelijen.

Akibatnya, dua tentara datang ke tempat Gempur dilahirkan di Klinik Bersalin Emma, Bandung. Sertifikat kelahiran Gempur lantas disita Kodam dan tidak kembali hingga bertahun-tahun kemudian.

Baru ketika ada pemutihan sertifikat kelahiran di Jakarta, Heri dan istrinya, Nining, mengganti nama anaknya menjadi Gempur Adi Pambrasto.

Pambrasto sebenarnya singkatan dari pasukan mahasiswa pemberantas Soeharto. Nama yang lebih ”gahar”, tetapi tersembunyi di balik singkatan demi sebuah perjuangan.

Beruntung Gempur tidak pernah mengalami kesulitan selain sertifikat kelahirannya yang disita. Saat itu, tidak memiliki sertifikat kelahiran masih dialami banyak anak di Tanah Air.

Tumbangnya Orde Baru

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com