Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surga Anggrek di Tengah Kecemasan Kebakaran Hutan Kalimantan

Kompas.com - 23/09/2014, 16:26 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis


BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Populasi kayu di Cagar Alam Kersik Luway di Kabupaten Kutai Barat di Kalimantan Timur menyusut pasca kebakaran hutan 1980-an. Hutan yang tadinya seluas 5.000 hektar ini kini diperkirakan tersisa kurang dari 1.000-an hektar saja.

“Bahkan yang masuk dua kecamatan, yakni Bongan dan Wanar Bulan, sama sekali tidak ada pohonnya. Kemungkinan besar karena terus menerus kena kebakaran,” kata Wakil Bupati Kutai Barat, Didik Effendi.

Hutan yang menjadi cagar alam sejak 1982 ini disebut Kersik Luway yang berarti pasir sunyi. Cagar alam ini menjadi fenomenal lantaran menyimpan beberapa jenis tumbuhan langka seperti Anggrek Hitam (Coelogyne Pandurata) dan Kantung Semar (Nephentes sp). Habitat anggrek pernah teridentifikasi 70-an jenis.

KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA Cagar Alam Kersik (padang) luway di Kecamatan Seqolak Darat, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Selasa (5/11/2013). Selain keunikan pasir putihnya, di cagar alam ini hidup lebih dari 47 jenis anggrek, salah satunya anggrek hitam (Coelogyne pandurata).

Pasca-kebakaran, jumlahnya menyusut menjadi sekitar 50 jenis anggrek. Sebagian hutan menjadi lahan kritis tanpa tumbuhan berarti. Beberapa bagian kini cuma pasir putih.

“Dulu di 1980-an dan 1990-an menjadi tempat bule berseliweran, putra putri Soeharto (Presiden RI), dan artis juga datang,” katanya.

Didik mengungkapkan bahwa sampai saat ini pun Kersik Luway masih menyimpan potensi bencana kebakaran, baik karena faktor ulah manusia, misal membuang puntung rokok sembarangan, maupun faktor rambahan api dari ladang berpindah.

Kebakaran di tahun 1982 dan 1997 sewajarnya jadi pengalaman penanganan penanggulangan kebakaran. Kebakaran kerap susah dipadamkan lantaran fasilitas jalan untuk masuk ke sana tidak terbangun dengan alasan terbentur peraturan pemerintah tentang cagar alam.

“Yang jadi masalah, kami sudah menganggarkan untuk pencegahan, tapi terkendala karena hutan ada di bawah kementrian kehutanan. Mau mengaspal saja susah kita terbentur aturan,” katanya.

Cagar alam ini pun kemudian seolah dibiarkan begitu rupa, tidak ditanami maupun dibangun jalannya yang lebih memadai untuk jalur bala bantuan kebakaran yang datang. Kendati dengan kondisi demikian, tetap saja banyak wisatawan yang berkunjung ke sana. Kemunculan padang pasir di bekas kebakaran jadi salah satu daya tarik.

“Memperbaiki jalan saja susah. Karena status cagar alam. Kami serba salah. Masyarakat masuk untuk membantu memadamkan, susah, karena belum beraspal. Kalo mau diaspal berbenturan dengan pemerintah pusat. Larangan terkait cagar alam. Pemkab tidak ada kewenangan,” katanya.

Aktivis WWF Indonesia Arief Data Kusuma meyakini, luasan Kersik Luway tak lagi 5.000 hektar. Kendati belum ada penelitian resmi, ia memperkirakan luasannya sudah berkurang jadi 1.000-an hektar saja.

“Kondisi di situ terpecah-pecah. Istilah kami itu pulau-pulau. Yang luasnya 1.000 hektar kurang,” kata Arief.

Kersik Luway tetaplah menjadi salah satu andalan wisata Kubar. Cagar ini tidak terlalu jauh karena berjarak 360 km dari kota Samarinda. Bisa menggunakan pesawat kecil jenis Twin Otter terlebih dahulu ke Sendawar, Kutai Barat, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat. Terdapat jalan aspal menuju cagar alam dan berakhir sekitar tiga kilometer dari pintu masuk. Selebihnya adalah jalan tanah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com