Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Laporannya, Brigadir Rudy Berharap Kapolda NTT Bersikap Bijak

Kompas.com - 25/08/2014, 20:45 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Pernyataan Kapolda NTT, Brigjen Pol I Ketut Untung Yoga Ana yang menduga bahwa langkah pelaporan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT, Kombes Pol Mochammad Slamet, oleh anak buahnya, Brigadir Rudy Soik, ke Komnas HAM lantaran sakit hati, dibantah Brigadir Rudy. Rudy pun meminta Kapolda NTT bersikap bijak dalam masalah ini.

“Saya harap bapak Kapolda NTT bisa jadi bapak yang bijaksana buat kami anak-anakmu. Kita sekarang bicara fokus kepada kasus calon TKI yang kita duga kuat dibekingi oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Mochammad Slamet. Yang saya bicara ini bukan mutasi tetapi kebenaran kasus itu yang dialami dan diketahui pasti oleh saya,” kata Brigadir Rudy, Senin (25/8/2014).

Menurut Brigadir Rudy, pernyataan Kapolda tersebut tentunya secara tidak langsung sudah menyudutkan dirinya karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dia juga membantah kalau dikatakan tidak pernah menyampaikan langsung persoalan tersebut ke Kapolda NTT.

"Pada tanggal 30 Januari 2014 saya sudah bertemu langsung dengan bapak Kapolda di ruang kerjanya dan menyampaikan langsung semua persoalan terkait masalah calon TKI. Waktu itu saya ditemani dua orang rekan penyidik. Bahkan sudah dua kali saya bersurat kepada Kapolda terkait kasus calon TKI,” beber Rudy.

Kasus ini, kata Brigadir Rudy, juga sudah dibeberkan olehnya sejak Januari hingga saat ini dan sudah diketahui oleh Kapolri dan jajarannya.

Karena sakit hati?

Bantahan Rudy tersebut menyusul penyataan Kapolda NTT, Brigjen Pol I Ketut Untung Yoga Ana, yang menduga bahwa langkah pelaporan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT, Kombes Pol Mochammad Slamet, oleh anak buahnya, Brigadir Rudy Soik, ke Komnas HAM lantaran sakit hati. Dugaan tersebut muncul setelah dia mengetahui bahwa Rudy telah dipindahkan ke Polres Timor Tengah Selatan.

“Pribadinya si dia (Rudy). Dia dipindah ke TTS atas usulan regular, bukan mutasi khusus,” kata Untung di Mabes Polri, Senin (25/8/2014).

Untung menilai wajar jika seorang anggota kepolisian dipindahtugaskan dari sebuah satuan ke kesatuan lain. Menurut dia, hal itu sudah biasa terjadi di lingkungan kepolisian.

“Sekarang misalnya, Anda saya taruh untuk monitor di Mabes Polri, kemudian saya cabut untuk monitor di kejaksaan, boleh enggak protes ke kantormu? Boleh. Salah enggak? Yang menentukan kantormu,” tegasnya.

Meski demikian, Untung menyayangkan langkah pelaporan yang dilakukan Rudy tersebut. Menurut dia, Rudy seharusnya dapat berkonsultasi terlebih dahulu pada dirinya sebelum mengambil tindakan yang mampu membawa dampak besar bagi dirinya.

“Ibaratnya, (saya) sebagai bapaknya. Dia belum pernah menghadap saya tapi sudah kemana-mana. Kenapa dia begitu? Sampai orang luar harus bicara,” katanya.

“Tapi ini saya hargai. Makanya saya tidak mau dia diperiksa, tidak mau. Biar saja diselesaikan di internal,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Brigadir Rudy Soik, mengadukan Komisaris Besar Mochammad, karena menghentikan secara sepihak penyidikan kasus calon TKI ilegal yang sedang ia tangani. Kasus itu, kata Rudy, berawal pada akhir Januari 2014 lalu. Ketika itu ia bersama enam orang temannya di Ditreskrimsus Polda NTT melakukan penyidikan terhadap 26 dari 52 calon TKI yang diamankan karena tak memiliki dokumen.

Sebanyak 52 TKI itu direkrut PT Malindo Mitra Perkasa dan ditampung di wilayah Kelurahan Maulafa, Kota Kupang. Penyidikan pun dimulai, dan Rudy menemukan bukti yang cukup kuat. Namun, saat ia hendak menetapkan tersangka (perekrut calon TKI), datanglah perintah sepihak dari Dirkrimsus Kombes Mochammad Slamet yang memintanya untuk menghentikan kasus tersebut tanpa alasan yang jelas.

Rudy siap dipecat dari keanggotaannya sebagai polisi jika terbukti laporan yang diadukannya itu adalah rekayasa. Sementara itu, jika komandan yang terbukti bersalah, maka dia meminta masyarakat dan pemerintah untuk menghukumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com