Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibina, Jumlah PSK di Semarang Malah Tak Berkurang

Kompas.com - 13/08/2014, 19:13 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com – Adanya pembinaan secara berkala terhadap para pekerja seks komersial (PSK) di Resos Argorejo Sunan Kuning, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, ternyata tidak membuat jumlah para PSK berkurang.

Lurah Kalibenteng Kulon, Tri Hardjono, mengatakan pembinaan yang dilakukan oleh pihaknya bersama-sama dengan pengelola resos berlangsung secara berkala. Pembinaan juga melibatkan pihak kesehatan dan petugas ketertiban masyarakat.

“Saya sebenarnya keberatan dengan sebutan Resos ini dengan lokalisasi. Di Resos ini kan para pekerja seks dibina dalam lingkungan sosial, tujuannya agar mereka tidak macam-macam. Seharusnya dengan pembinaan jumlah mereka bisa berkurang. Kalau sekarang mereka sekarang jadi PSK, kalau bisa beralih ke PK saja, bukan PSK, “S” nya dihilangkan,” kata Tri, Rabu (13/8/2014).

Menurut Tri, banyak pekerja seks yang mempunyai keterampilan apik dalam bernyanyi. Dia menyarankan jika suara PSK bagus bisa beralih profesi menjadi pemandu karaoke, dan tidak menjadi pekerja seks.

“Kalau suaranya bagus kan bisa jadi pemandu karaoke. Mereka bisa nyanyi, tanpa jadi pekerja seks. Syukur-syukur nantinya mereka sudah mampu bisa jaga diri,” tambahnya.

Sekretaris RW 04, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Puji Santoso, menambahkan, di kompleks Resos Argorejo ini, ada 100 wisma yang tiap hari mencari nafkah dengan penghuni 560 pekerja seks. Dengan banyaknya jumlah tersebut, pengelola resos tak ingin jumlah mereka bertambah banyak. Untuk itu, para pekerja seks yang bekas dari gang Dolly Surabaya akan ditolak.

“Kami di sini sudah berprinsip, pokoknya pendatang baru di jatim ditolak, baik punya kartu tanpa penduduk atau tidak akan kami tolak. Jika mereka nekat akan diadakan operasi penangkapan oleh petuugas keamanan,” ujarnya.

Untuk membantu pembinaan, resos juga menyediakan sejumlah fasilitas kerja laiknya salon, menjahit dan kebutuhan kerja lainnya. Namun, sejumlah fasilitas itu mangkak dan tidak banyak digunakan.

“Sebenarnya kami sudah ada, salon, jahit, tapi tidak digunakan. Mungkin mereka kecapean bekerja jadinya tidak sempat belajar salon atau menjahit,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com