Maria Lake dan Susana Nule, dua warga desa setempat, ketika ditemui Kompas.com di lokasi kubangan air kotor, Sabtu (2/11/2013), mengatakan, mereka terpaksa mengonsumsi air kotor itu untuk keperluan minum, mencuci, dan mandi.
"Awalnya memang kami sering sakit perut setelah minum air itu. Namun, karena setiap hari, kami pun akhirnya jadi terbiasa. Sumber air ini menjadi tempat warga mengambil air karena letaknya berada dekat permukiman warga, sementara untuk sumber air bersih jaraknya lebih dari 8 kilometer," tutur Maria yang diamini Susana.
Menurut Maria, banyak program bantuan air bersih, baik dari pemerintah maupun dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), dalam negeri maupun luar negeri, tetapi tetap saja tidak berhasil.
"Kami sudah pernah dapat bantuan sumur bor dari LSM Belanda, tetapi sekarang airnya kering. Begitu juga dengan pipa air dari pemerintah dirusak sehingga akhirnya tidak berfungsi," ujar Maria.
"Kami di sini sudah terbiasa bertahun-tahun seperti ini. Apalagi kalau musim kemarau seperti ini, debit airnya akan berkurang. Sampai-sampai kalau mau timba, kita terpaksa harus antre berjam-jam, bahkan ada warga yang tidak tidur sampai tengah malam, hanya untuk menunggu air," sambungnya.
Maria mengatakan, warga sudah pasrah menerima kondisi seperti ini sehingga tidak berniat untukmeminta bantuan pemerintah. "Kita memang ingin dapat air bersih, tetapi mau minta ke mana? Sekarang kami bingung," ujarnya pelan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.