Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sakit di Indonesia, Mereka Terpaksa Berobat ke Timor-Leste

Kompas.com - 14/04/2016, 07:51 WIB

KOMPAS.com - Di tengah gelombang tinggi dan angin kencang, Hamis Dolimotong (65) diangkut dengan perahu motor menuju Pulau Atauro, Timor- Leste. Penyakit kanker anus yang dideritanya tak bisa ditolong di puskesmas di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku. Lambat ditangani, Hamis akhirnya meninggal.

Kala itu, Hamis didampingi istrinya, Djadia Masura (64), serta anaknya, Irianti Dolimotong (27). Cuaca buruk membuat waktu perjalanan yang biasanya 30 menit menjadi hampir 1 jam. Padahal, jarak di antara dua pulau itu hanya 4,6 mil laut atau sekitar 7,4 kilometer.

Setelah tiba di Pulau Atauro, Hamis dibawa ke rumah sakit setempat. Namun, karena minimnya fasilitas, tim dokter memutuskan merujuk Hamis ke Dili, ibu kota Timor-Leste yang berada di Pulau Timor. Tak lama, sebuah helikopter milik Pemerintah Timor-Leste datang dari Dili ke Atauro khusus menjemput Hamis.

Di Dili, Hamis dirawat selama lebih dari dua bulan. Namun, karena kanker anus yang diderita sudah stadium tinggi, nyawanya tidak tertolong. "Selama di sana, pengobatan almarhum bapak saya gratis," kata Irianti.

Ketika Kompas mendatangi rumah almarhum pada 2 April lalu, suasana duka masih menyelimuti keluarga mereka. Terpal tenda duka yang terpasang di halaman rumah belum diturunkan. Banyak kerabat masih berkumpul di rumah itu.

Kanker anus yang menyerang Hamis baru diketahui dari hasil diagnosis dokter di Dili. Kata dokter kepada keluarga, kanker yang diderita Hamis sudah menahun. Kanker tidak terdeteksi di Puskesmas Lirang sebab tidak ada tenaga medis khusus menangani penyakit semacam itu. Belum lagi minimnya peralatan kesehatan.

Kesan terhadap pelayanan kesehatan di Dili, kata Irianti dan Djadia, sangat memuaskan. Pihak rumah sakit tidak melihat dari mana asal pasien. "Banyak dokter pernah studi di Indonesia sehingga mereka bisa berbahasa Indonesia. Mereka tanya, kenapa tidak ke Jakarta, Ambon, atau Kupang? Lalu saya jawab, terlalu jauh. Keluarga kami tidak punya uang yang cukup," kenang Irianti.

Thomas Tena (53), warga Pulau Lirang, juga mempunyai pengalaman mengantar keluarganya berobat ke Dili. Ketika anaknya, Meske Tena (30), hendak melahirkan pada 2012, mereka membawanya ke Dili karena tidak bisa dibantu di Puskesmas Lirang. Meske tidak bisa melahirkan normal dan harus melalui operasi, tetapi di puskesmas setempat tidak ada alat operasi dan dokter ahli.

Keluarga membawa Meske menggunakan perahu motor dari Lirang langsung ke Dili dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Kendati ditangani dokter dengan baik, cucu Thomas tidak selamat. Lagi-lagi karena lambatnya penanganan. "Air ketuban sudah keluar sejak kami masih di Lirang dan waktu itu sudah malam. Ini risiko tinggal di daerah yang jauh dari rumah sakit," ujarnya.

Ada juga kisah Rulan Malau (39) yang membawa dua anaknya, Rahel Kristian (8) dan Lasarus Agustinus (6), ke Dili pada Desember 2015 menggunakan perahu motor. Keduanya menderita penyakit paru-paru dan dirawat di Dili hingga benar-benar sembuh. Seperti warga Lirang lain, selama hampir tiga minggu di sana, dua anak Rulan mendapat pelayanan gratis.

Tak memberi rujukan

Kepala Puskesmas Ustutun, Pulau Lirang, Izhaak Salaman mengatakan, banyak warga berobat ke Timor-Leste karena minimnya fasilitas dan tenaga medis di Maluku Barat Daya. Beberapa pasien itu meninggal, baik ketika di Dili maupun saat dalam perjalanan dari Lirang ke Dili. Tahun 2013, 1 orang yang meninggal, 2014 (1 orang), 2015 (2 orang), dan 2016 (1 orang).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com