Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Pilkada NTT dan Anomali Kemiskinan

Kompas.com - 15/05/2024, 11:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sementara porsi belanja pegawai adalah 36,8 persen (Rp 1,9 triliun) dari total belanja.

Disparitas politik anggaran dalam postur APBD NTT seperti ini, menggambarkan rendahnya daya dorong politik, sebagai mesin penggerak ekonomi dan pembangunan NTT dalam konteks kebijakan.

Artinya, pertumbuhan ekonomi di NTT memiliki trickle down effect yang kecil. Kualitas ekonomi yang demikian, sulit diharapkan menjadikan ekonomi NTT pro job dan pro poor.

Tentu saja kita berharap, demokratisasi politik adalah jalur lintas demokrasi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Dan untuk hal ini, naga-naganya, NTT masih “jauh panggang dari api.”

Anomali kemiskinan

Dengan kualitas politik anggaran demikian, rasanya sulit kita lakukan percepatan kesejahteraan di NTT.

Bahan refleksinya adalah kesenjangan kebijakan antara belanja pemerintah yang pro job dan pro poor dalam proksi capital expenditure dengan belanja birokrasi pada postur APBD NTT.

Politik kita harapkan dapat membersamai kebijakan anggaran sebagai suatu budget activism movement. Tanpa hal ini, keberpihakan hanya menjadi pepesan kosong.

Di sinilah letak sumber anomali kemiskinan di NTT. Glorifikasi politik yang berbanding terbalik dengan output politik kesejahteraan (welfare).

Dengan struktur ekonomi demikian, maka tak salah bila pertumbuhan ekonomi NTT belum optimal menjadi absorbsi lapangan pekerjaan.

Hal tersebut terlihat dari pengangguran di NTT yang meningkat 7,29 persen di Triwulan I-2024 sebesar 96.900 orang pada Februari 2024 dari Februari 2023 sebesar 90.310 orang.

Angka pengangguran ini bahkan lebih tinggi dari saat pandemi Covid-19 sebesar 75.410 orang.

Hal ini linier dengan pertumbuhan negatif sektor-sektor ekonomi yang padat karya seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan investasi langsung di Triwulan 1-2024.

Tantangannya cukup berat untuk mengeluarkan NTT dari kutukan tiga besar persentase kemiskinan tertinggi secara nasional sebesar 19,96 persen setelah Papua dan Papua Barat.

Dus pembangunan NTT yang mengarah pada kesejahteraan, tak bisa berdiri sendiri tanpa politik sebagai pendulumnya.

Arah kebijakan anggaran dalam postur APBD harus benar-benar progresif. Jika kemiskinan di NTT adalah masalah fundamental dalam pembangunan, maka kebijakan anggaran pun harus dilakukan secara fundamental.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com