BAUBAU, KOMPAS.com – Kesultanan Buton merupakan salah satu kerajaan yang besar dalam mensyiarkan agama Islam dimasanya.
Ini terbukti ditemukan bangunan masjid tua Jila Ul Qulub berusia sekitar lima abad yang merupakan peninggalan dari Sultan Buton VII, Sultan La Saparagau, di tahun 1645.
“Masjid ini didirikan pada tahun 1645-1646 di zaman Sultan VII, Sultan La Saparagau,” kata seorang pengurus khatib masjid, La Ode Muhamad Abduh, Minggu (31/3/2024).
Baca juga: Melihat Masjid Raya Sheikh Zayed di Kota Solo
Lokasi masjid Jila Ul Qulub berada di Keluruhan Bukit Wolio Indah, Kecamatan Wolio, dan lokasinya agak jauh dari banteng Keraton Kesultanan Buton.
Menurut sejarah, pembangunan masjid ini dilatarbelakangi bertambahnya populasi penduduk yang mulai ramai di Perkampungan Sorawolio.
Sehingga Sultan saat itu, Sultan La Saparagau memekarkan wilayah tersebut dengan mendirikan Benteng Sorawolio bersamaan dengan masjidnya, yakni Masjid Jila Ul Qulub.
Bentuk bangunan masjid ini sangat unik, lebarnya sekitar sembilan meter dan panjangnya 12 meter.
Kemudian dinding masjid mempunyai ketebalan sekitar 50 sentimeter dengan tinggi sekitar dua meter.
Diduga dinding masjid tersebut terbuat dari batu kapur bercampur dengan putih telur ayam sehingga permukaan dindingnya tidak merata.
Baca juga: Masjid Al-Hikmah, Masjid Bercorak Bali di ”Pulau Seribu Pura
“Usia masjid ini tidak jauh berbeda dengan Benteng Keraton Buton,” ujar Abduh.
Pada masa Sultan, masjid tersebut sering digunakan masyarakat untuk menjalankan ibadah setiap harinya.
Namun seiring waktu -karena situasi politik, masyarakat yang berada di pegunungan dan pelosok-pelosok termasuk Perkampungan Sorawolio diminta pindah mendekat ke kota dekat benteng keraton.
“Sehingga masjid ini terbengkalai, atapnya sudah ambruk hanya dindingnya saja yang masih kokoh berdiri, sekitar tiga per empat-lah badan masjid yang ada,” ucap Abduh.
Pada tahun 2016, masjid ini kembali dibersihkan dan kembali didirikan serta direnovasi kembali seperti bentuk aslinya.
“Kami berkoordinasi dengan cagar budaya nasional memberikan masukan dengan mempertahankan bentuk aslinya, sehingga kita banyak gunakan kerangka kayu atapnya,” tutur dia.
Baca juga: Baiturrahim, Masjid Peninggalan Sunan Kalijaga di Dusun Kauman