Iman bercerita, sebelumnya dia menyewa kos. Karena tak sanggup membayar sewa, ia menawarkan diri menjadi marbut di Masjid Al-Muhtadin.
Karena waktu itu seniornya yang menjadi marbut sudah wisuda.
"Dulu sebelum jadi marbut, saya sering salat ke masjid ini. Kebetulan marbut yang lama juga mahasiswa, sudah tamat. Jadi, saya menawarkan diri untuk jadi marbut dan diterima," cetus Iman.
Selama menjadi marbut, Iman merasa hidupnya lebih tenang karena menjadi rajin beribadah.
"Alhamdulillah, saya merasa hidup saya lebih tenang jadi marbut di sini. Bisa selalu shalat berjemaah," kata Iman.
Baca juga: Jadi Marbut di Mushala Agam, Zawir Ingin Selesaikan Kuliah
Soal honor yang hanya ratusan ribu rupiah, bagi Iman tidaklah cukup.
"Ya, kalau mengharapkan gaji dari kerja marbut cuma sedikit. Tidak ada gaji tetap," ujarnya.
Menurut Iman, pekerjaan marbut masjid selama ini belum mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.
Berbeda dengan marbut di masjid paripurna yang digaji oleh pemerintah sebesar Rp 2,1 juta per bulan.
"Kalau marbut masjid paripurna kan ada gaji tetap. Kalau ini kan masjid non paripurna, jadi honornya dari sumbangan warga saja. Saya berharap, marbut masjid non paripurna juga dapat honor tetap," kata Imam.
Baca juga: Marbut Masjid Raya Palapa Baitus Salam: Saya Pengin Bersedekah Kayak Orang-orang...
Terkait hal ini, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Setdako Pekanbaru, Tri Sepna Saputra mengatakan, pemerintah saat ini hanya memberikan honor untuk marbut masjid paripurna.
"Untuk masjid non paripurna, baru imam yang kita berikan honor mulai tahun ini," kata Tri saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Jumat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.