Salin Artikel

Cerita Marbut Masjid di Riau, Dapat Honor Ratusan Ribu Rupiah dari Sumbangan Warga

Iman menjadi marbut masjid sejak 2022. Ia bertugas seorang diri menjaga rumah ibadah umat Islam tersebut.

Lebih kurang dua jam menjelang berbuka puasa, Iman terlihat sibuk menyiapkan makanan bagi warga yang berbuka puasa dan salat magrib di Masjid Al-Muhtadin.

"Warga iuran membeli takjil, nasi dan lauk pauk untuk berbuka puasa di masjid ini. Jadi saya hidangkan untuk warga yang berbuka puasa, biar tak antre," ujar Iman ketika dijumpai Kompas.com, Jumat (22/3/2024) petang.

Iman tak sendiri. Ia dibantu seorang warga bernama Chairul (33) untuk menyiapkan makanan berbuka puasa.

Iman merupakan seorang mahasiswa semester empat di Universitas Riau. Ia kuliah sambil bekerja menjadi marbut masjid.

"Saya jadi marbut sejak Oktober 2022. Di sini saya tugas sendiri, menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban masjid. Kalau bulan puasa, dibantu sama bang Chairul," ujar Iman.

Pemuda asal Baserah, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), ini menjalani pekerjaannya dengan ikhlas.

Dengan bekerja sebagai marbut, setidaknya dapat meringankan beban kedua orangtuanya. Sebab, orangtuanya hanya bekerja sebagai petani di Baserah.

"Ya, kalau jadi marbut kan enggak sewa kos lagi. Ada tempat tinggal di sini. Saya juga bisa beribadah dan menjaga rumah Allah," kata Iman.

Selain itu, ia juga mendapat honor atau gaji meskipun jumlahnya kecil dan tidak tetap.

Iman mengaku, honor yang diterima setiap bulannya Rp 300.000 sampai Rp 500.000.

"Honor dari sumbangan warga di sini. Tidak ada gaji tetap, tergantung berapa sumbangan warga. Alhamdulillah, walaupun kecil saya tetap bersyukur," ucap Iman.


Iman bercerita, sebelumnya dia menyewa kos. Karena tak sanggup membayar sewa, ia menawarkan diri menjadi marbut di Masjid Al-Muhtadin.

Karena waktu itu seniornya yang menjadi marbut sudah wisuda.

"Dulu sebelum jadi marbut, saya sering salat ke masjid ini. Kebetulan marbut yang lama juga mahasiswa, sudah tamat. Jadi, saya menawarkan diri untuk jadi marbut dan diterima," cetus Iman.

Selama menjadi marbut, Iman merasa hidupnya lebih tenang karena menjadi rajin beribadah.

"Alhamdulillah, saya merasa hidup saya lebih tenang jadi marbut di sini. Bisa selalu shalat berjemaah," kata Iman.

Soal honor yang hanya ratusan ribu rupiah, bagi Iman tidaklah cukup.

"Ya, kalau mengharapkan gaji dari kerja marbut cuma sedikit. Tidak ada gaji tetap," ujarnya.

Menurut Iman, pekerjaan marbut masjid selama ini belum mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.

Berbeda dengan marbut di masjid paripurna yang digaji oleh pemerintah sebesar Rp 2,1 juta per bulan.

"Kalau marbut masjid paripurna kan ada gaji tetap. Kalau ini kan masjid non paripurna, jadi honornya dari sumbangan warga saja. Saya berharap, marbut masjid non paripurna juga dapat honor tetap," kata Imam.

Terkait hal ini, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Setdako Pekanbaru, Tri Sepna Saputra mengatakan, pemerintah saat ini hanya memberikan honor untuk marbut masjid paripurna.

"Untuk masjid non paripurna, baru imam yang kita berikan honor mulai tahun ini," kata Tri saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Jumat.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/22/210803078/cerita-marbut-masjid-di-riau-dapat-honor-ratusan-ribu-rupiah-dari-sumbangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke