Rohmah mengaku sangat lelah menghadapi banjir.
“Kondisi rumah ya morat-marit ke mana-mana. Dari banjir sebelumnya saja belum selesai bersih-bersih lumpurnya. Ini kedatangan lagi, semoga saja barang-barangnya tidak ke mana-mana,” kata Rohmah.
Dia berharap pemerintah bisa mencari solusi jangka panjang agar masyarakat tidak lagi harus berhadapan dengan banjir akibat tanggul jebol.
“Kalau saat ini, ya mungkin ndak mungkin karena kondisinya masih musim penghujan, dikuatkan seperti apa pun ndak bisa sekuat itu. Harapannya ya semoga pemerintah tetap memperhatikan kami yang dekat dengan sungai-sungai besar itu, bagaimana solusinya nanti ke depannya,” kata Rohmah.
Baca juga: Banjir Tenggelamkan Alun-alun Demak, Terparah sejak 32 Tahun Terakhir
Kepala Pelaksana BPBD Demak, Agus Nugroho mengaku “putus asa” apabila tanggul-tanggul yang jebol tidak segera diperbaiki. Pada Senin, hanya tinggal satu kecamatan di wilayah Demak yang belum terdampak banjir.
“Kami terus terang sudah putus asa. Kalau sampai tanggul Sungai Lusi, Desa Bugel, Kecamatan Godong itu tidak segera ditutup, maka Demak akan tenggelam, benar-benar akan tenggelam,” kata Agus kepada BBC News Indonesia.
Menurutnya, upaya perbaikan tanggul-tanggul yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejauh ini “belum maksimal”.
“Masih mudah kena air, jebol lagi, jebol lagi. Kalau yang seperti ini berlanjut terus, Demak tidak akan pernah bisa kering karena air yang mengalir dari atas melalui Sungai Lusi dan Sungai Wulan itu sudah luar biasa volumenya,” kata Agus.
Baca juga: Banjir Lumpuhkan Demak Kota, Pemotor Bingung di Mana-mana Banjir
BBC News Indonesia telah menghubungi Juru bicara Kementerian PUPR Endra Atmawijaya, namun belum ada tanggapan sampai berita ini ditulis.
Sejauh ini, Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana mengatakan penutupan tanggul jebol tengah diupayakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Tanggul-tanggul itu ditargetkan akan selesai diperbaiki pada akhir pekan ini.
Sementara itu, BMKG dan BNPB juga akan memperpanjang operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengurangi dampak banjir di wilayah Jawa Tengah, khususnya Demak dan Kudus.
“Operasi TMC ini semula berakhir tanggal 20 Maret 2024, tetapi melihat genangan banjir di Kabupaten Demak dan Kudus ini, maka akan diperpanjang,” kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dikutip dari Kantor Berita Antara.
Baca juga: Banjir Demak Meluas, Kampung Genggongan Terendam, Warga Mengungsi
Menurutnya, dampak banjir di Demak terasa “lebih parah” dibandingkan pada Februari lalu karena saat cuaca ekstrem terjadi, kondisi air laut juga sedang pasang maksimum mencapai 165 cm.
“Ketika hujan ada peningkatan, dari laut juga naik sehingga air limpasan tidak bisa mengalir ke laut,” kata dia.
Belum lagi faktor drainase di sekitarnya yang tidak memadai untuk menyerap limpasan air sehingga banjir terasa lebih parah.
Baca juga: Soal Banjir di Jawa Tengah, Modifikasi Cuaca Diperpanjang, Tanggul Jebol di Demak Mulai Digarap
Pendapat berbeda soal pemicu cuaca ekstrem disampaikan oleh peneliti klimatologi BRIN Erma Yulihastin.
Menurut Erma, cuaca ekstrem selama sekitar 10 hari belakangan di Jawa Tengah “tidak lain dan tidak bukan dipicu oleh squall line” di area yang dia sebut sebagai Tanjung Jepara.
Squall line atau yang dia sebut sebagai “jalan tol hujan” merupakan sistem badai yang terbentuk dari pertumbuhan awan secara horizontal.
Tanjung Jepara yang dia maksud adalah wilayah di utara Jawa Tengah dari Demak hingga Jepara yang lebih menjorok ke laut.
“Di Laut Jawa itu langsung tiba-tiba ada garis panjang gitu kan, warnanya merah semua, langsung tiba-tiba hujan dengan intensitas tinggi di situ. Beda dengan penjalaran hujan biasa,” jelas Erma.
Baca juga: Demak Banjir Lagi, Petani: Hasil Panen Habis Sekarang Gagal Tanam
Hujan ekstrem yang intens selama 10 hari itu dinilai berkontribusi pada jebolnya tanggul.