Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau Seperti Ini Terus, Demak Tidak Bisa Kering"

Kompas.com - 21/03/2024, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Banjir yang melanda Kabupaten Demak dan wilayah sekitarnya di Jawa Tengah hingga Selasa (19/03) menunjukkan bahwa infrastruktur pengendali banjir yang ada belum siap menghadapi cuaca ekstrem yang sejak lama telah diprediksi akan lebih sering terjadi.

“Kebanyakan banjir itu kan dari tanggul jebol satu-satu, pasti ada sesuatu yang ekstrem, deras, tidak bisa nampung. Akhirnya tanggul itu enggak kuat, satu per satu, beruntun,” kata Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin kepada BBC News Indonesia.

Erma meyakini hujan ekstrem selama 10 hari itu dipicu oleh fenomena squall line atau "jalan tol hujan" di wilayah pantai utara Jawa. Meski Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tak sependapat soal itu.

Baca juga: Temui Korban Banjir Demak, Jusuf Kalla Bakal Kirim Bantuan dan Pompa untuk Pengeringan

Namun terlepas dari apa pun pemicunya, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan penting untuk memitigasi potensi cuaca ekstrem yang akan lebih sering terjadi seiring naiknya suhu global.

Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia pada Senin (18/03), Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Demak, Agus Nugroho, mengatakan hampir seluruh wilayah di Kabupaten Demak tergenang banjir setelah enam tanggul sungai jebol karena “volume air yang sangat luar biasa”.

Tanggul-tanggul itu ternyata telah berusia puluhan hingga ratusan tahun, bahkan dibangun sejak era kolonial Belanda.

Imbasnya, lebih dari 95.000 orang terdampak dan sekitar 25.000 orang di antaranya mengungsi. Jalur Pantura ruas Demak – Kudus pun “lumpuh total” karena ketinggian air mencapai 1,5 meter. Kondisi itu membuat akses transportasi dan logistik menjadi terhambat.

Baca juga: Banjir Demak Kepung 90 Desa, Puluhan Sekolah Belajar Online

Wartawan Nur Misno yang melaporkan untuk BBC News Indonesia di Demak mengungkapkan bahwa banjir kali ini berdampak lebih luas dan terasa “lebih parah” dibandingkan yang terjadi pada Februari lalu.

Wilayah yang terdampak paling parah, yakni Desa Ketanjung dan Desa Karanganyar, terendam dengan ketinggian air mencapai tiga meter.

Jalan-jalan protokol, masjid, hingga alun-alun di Kota Demak juga terendam sehingga mengganggu aktivitas ekonomi.

Sejauh ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengurangi dampak banjir di Demak dan sekitaranya.

BMKG juga memprediksi bahwa cuaca ekstrem di Jawa Tengah akan mulai mereda dalam beberapa hari ke depan, meski masih ada potensi kembali terjadi hingga April mendatang.

Baca juga: Video Viral Ekskavator Terbawa Arus Banjir Saat Perbaiki Tanggul Jebol, Camat di Demak: Operatornya Selamat

"Dari banjir sebelumnya belum selesai bersih-bersih"

Foto udara pekerja mengoperasikan mesin pengeruk (excavator) guna menutup tanggul Sungai Wulan yang jebol di Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (18/3/2024).ANTARA FOTO via BBC Indonesia Foto udara pekerja mengoperasikan mesin pengeruk (excavator) guna menutup tanggul Sungai Wulan yang jebol di Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (18/3/2024).
Rohmah Khodaryati, 39, tadinya berharap bisa menjalani ibadah puasa Ramadan dengan tenang. Tetapi gara-gara banjir, Rohmah terpaksa menjalani puasa di tempat pengungsian.

Tanggul Sungai Jeratun, yang berlokasi di dekat rumahnya di Desa Karanganyar, Demak, jebol pada Minggu (17/03) dini hari.

“Posisi bulan Ramadan kita dapat cobaan seperti ini. Inginnya kan khusyuk ibadah. Sekarang mau ke masjid saja enggak bisa, masjidnya kan kena air, kena banjir,” kata Rohmah kepada wartawan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Ini adalah kali kedua Rohmah terdampak banjir pada tahun ini, setelah sebelumnya tanggul yang sama juga jebol pada Februari lalu. Namun banjir kali ini, menurutnya, “lebih parah” dari sebelumnya.

Rumah Rohmah terendam setinggi 1,5 meter. Sementara di beberapa titik lainnya di desanya ada yang tergenang hingga tiga meter.

Baca juga: Terparah sejak 1992, Banjir Demak Rendam 13 Kecamatan, Ketinggian Capai 3 Meter, 25.000 Warga Mengungsi

Kali ini, masyarakat desa telah diperingatkan untuk siaga sejak tiga hari sebelumnya melalui pengeras suara di musala.

“Siaga pertama itu cuma rembes, kedua juga seperti itu. Yang ketiga itu warga diminta untuk penguatan tanggul, tapi pada posisi sekitar jam dua dan jam tiga [dini hari] itu sudah enggak bisa. Akhirnya tanggul jebol,” kenang Rohmah.

“Ya sudah, air masuk begitu derasnya itu, langsung naik, naik, naik.”

Rohmah awalnya sempat bertahan di lantai dua rumahnya. Namun pagi harinya, air justru kian tinggi.

“Akhirnya saya mengungsi ke daerah seberang yang belum terdampak, tapi di seberang jalan itu posisinya juga dikejar air. Ada Tim SAR mendekat ke tempat saya mengungsi itu, jadi saya ikut ke sini [tempat pengungsian],” tutur Rohmah.

Baca juga: Soal Tanggul Sak di Tepi Jalan Sultan Fatah Demak, Aparat dan Warga Bersitegang

Namun, perahu karet SAR diprioritaskan untuk lansia dan orang-orang yang sakit. Rohmah pun berjalan menggunakan pelampung dan tali yang diikat ke perahu karet sejauh satu kilometer.

Rohmah mengaku sangat lelah menghadapi banjir.

“Kondisi rumah ya morat-marit ke mana-mana. Dari banjir sebelumnya saja belum selesai bersih-bersih lumpurnya. Ini kedatangan lagi, semoga saja barang-barangnya tidak ke mana-mana,” kata Rohmah.

Dia berharap pemerintah bisa mencari solusi jangka panjang agar masyarakat tidak lagi harus berhadapan dengan banjir akibat tanggul jebol.

“Kalau saat ini, ya mungkin ndak mungkin karena kondisinya masih musim penghujan, dikuatkan seperti apa pun ndak bisa sekuat itu. Harapannya ya semoga pemerintah tetap memperhatikan kami yang dekat dengan sungai-sungai besar itu, bagaimana solusinya nanti ke depannya,” kata Rohmah.

Baca juga: Banjir Tenggelamkan Alun-alun Demak, Terparah sejak 32 Tahun Terakhir

"Kalau seperti ini, Demak tidak bisa kering"

Banjir nampak menggenangi kawasan perumahan Griya Bhakti Praja, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Kamis (14/3/2024). (KOMPAS.COM/NUR ZAIDI).KOMPAS.COM/NUR ZAIDI Banjir nampak menggenangi kawasan perumahan Griya Bhakti Praja, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Kamis (14/3/2024). (KOMPAS.COM/NUR ZAIDI).
Kepala Pelaksana BPBD Demak, Agus Nugroho mengaku “putus asa” apabila tanggul-tanggul yang jebol tidak segera diperbaiki. Pada Senin, hanya tinggal satu kecamatan di wilayah Demak yang belum terdampak banjir.

“Kami terus terang sudah putus asa. Kalau sampai tanggul Sungai Lusi, Desa Bugel, Kecamatan Godong itu tidak segera ditutup, maka Demak akan tenggelam, benar-benar akan tenggelam,” kata Agus kepada BBC News Indonesia.

Menurutnya, upaya perbaikan tanggul-tanggul yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejauh ini “belum maksimal”.

“Masih mudah kena air, jebol lagi, jebol lagi. Kalau yang seperti ini berlanjut terus, Demak tidak akan pernah bisa kering karena air yang mengalir dari atas melalui Sungai Lusi dan Sungai Wulan itu sudah luar biasa volumenya,” kata Agus.

Baca juga: Banjir Lumpuhkan Demak Kota, Pemotor Bingung di Mana-mana Banjir

BBC News Indonesia telah menghubungi Juru bicara Kementerian PUPR Endra Atmawijaya, namun belum ada tanggapan sampai berita ini ditulis.

Sejauh ini, Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana mengatakan penutupan tanggul jebol tengah diupayakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

Tanggul-tanggul itu ditargetkan akan selesai diperbaiki pada akhir pekan ini.

Sementara itu, BMKG dan BNPB juga akan memperpanjang operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengurangi dampak banjir di wilayah Jawa Tengah, khususnya Demak dan Kudus.

“Operasi TMC ini semula berakhir tanggal 20 Maret 2024, tetapi melihat genangan banjir di Kabupaten Demak dan Kudus ini, maka akan diperpanjang,” kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dikutip dari Kantor Berita Antara.

Baca juga: Banjir Demak Meluas, Kampung Genggongan Terendam, Warga Mengungsi

Mengapa terasa 'lebih parah'?

Kondisi terkini perbaikan tanggul jebol di Dukuh Norowito, Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Rabu (20/3/2024). (Sekda Demak)KOMPAS.COM/NUR ZAIDI Kondisi terkini perbaikan tanggul jebol di Dukuh Norowito, Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Rabu (20/3/2024). (Sekda Demak)
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani menuturkan cuaca ekstrem kali ini dipicu oleh fenomena atmosfer yakni Madden Julian Oscillation (MJO) yang juga dipengaruhi oleh tiga bibit siklon tropis.

Menurutnya, dampak banjir di Demak terasa “lebih parah” dibandingkan pada Februari lalu karena saat cuaca ekstrem terjadi, kondisi air laut juga sedang pasang maksimum mencapai 165 cm.

“Ketika hujan ada peningkatan, dari laut juga naik sehingga air limpasan tidak bisa mengalir ke laut,” kata dia.

Belum lagi faktor drainase di sekitarnya yang tidak memadai untuk menyerap limpasan air sehingga banjir terasa lebih parah.

Baca juga: Soal Banjir di Jawa Tengah, Modifikasi Cuaca Diperpanjang, Tanggul Jebol di Demak Mulai Digarap

Pendapat berbeda soal pemicu cuaca ekstrem disampaikan oleh peneliti klimatologi BRIN Erma Yulihastin.

Menurut Erma, cuaca ekstrem selama sekitar 10 hari belakangan di Jawa Tengah “tidak lain dan tidak bukan dipicu oleh squall line” di area yang dia sebut sebagai Tanjung Jepara.

Squall line atau yang dia sebut sebagai “jalan tol hujan” merupakan sistem badai yang terbentuk dari pertumbuhan awan secara horizontal.

Tanjung Jepara yang dia maksud adalah wilayah di utara Jawa Tengah dari Demak hingga Jepara yang lebih menjorok ke laut.

“Di Laut Jawa itu langsung tiba-tiba ada garis panjang gitu kan, warnanya merah semua, langsung tiba-tiba hujan dengan intensitas tinggi di situ. Beda dengan penjalaran hujan biasa,” jelas Erma.

Baca juga: Demak Banjir Lagi, Petani: Hasil Panen Habis Sekarang Gagal Tanam

Hujan ekstrem yang intens selama 10 hari itu dinilai berkontribusi pada jebolnya tanggul.

Dalam ancaman seperti ini, Erma mengingatkan bahwa kota-kota pesisir lah yang paling terdampak dan perlu dilindungi.

Perubahan iklim, sambung dia, dapat menyebabkan hujan badai semacam ini kian sering terjadi dan makin mengancam kota-kota pesisir.

"Apa yang terjadi selama 10 hari didera hujan deras secara intensif, itulah yang menyebabkan kawasan pesisir bisa hancur. Semua kota-kota pesisir bisa terancam ketika badai meningkat," kata Erma.

Menanggapi analisis Erma, Andri mengatakan "perlu kajian lebih dalam untuk menentukan secara spesifik apakah itu adalah squall line".

"Apapun itu, kami sudah identifikasi ada peluang cuaca ekstrem dan yang penting adalah peringatannya sampai ke masyarakat kemudian responsnya seperti apa untuk menghadapi situasi terseut," tutur Andri.

Baca juga: Demak Banjir Lagi, Warga: Ini Paling Parah

Sampai kapan cuaca ekstrem terjadi?

Sugiono (60) seorang pengecer gas elpiji 3 kilogram yang menerjang banjir di Jalan Sultan Fatah Demak, Selasa (19/3/2024). (KOMPAS.COM/NUR ZAIDI)KOMPAS.COM/NUR ZAIDI Sugiono (60) seorang pengecer gas elpiji 3 kilogram yang menerjang banjir di Jalan Sultan Fatah Demak, Selasa (19/3/2024). (KOMPAS.COM/NUR ZAIDI)
BMKG mengatakan cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi hingga April mendatang, meski ada kemungkinan periodenya terjadi secara singkat.

Namun dalam beberapa hari ke depan, dia menyebut intensitas cuaca ekstrem di Jawa Tengah akan mulai mereda.

“Pantauan kami paling tidak hingga tanggal 23 Maret masih ada potensi, tapi kami akan update dan pantau kembali,” kata Andri Ramdani dari BMKG.

Apabila eskalasinya meningkat, Andri menuturkan BMKG akan kembali melakukan modifikasi cuaca untuk mengurangi dampak banjir.

Terlepas dari situasi saat ini, Andri mengatakan intensitas terjadinya cuaca ekstrem sudah semakin sering dan meningkat.

Baca juga: Jalan Protokol Kebanjiran, Ekonomi Demak Terancam Lumpuh

"Kita harus bersiap menghadapi itu. Mau tidak mau, kita harus sadari bahwa terjadi pemanasan global," kata dia.

Cuaca ektrem ini tidak cuma menyebabkan bencana hidrometerorologi seperti banjir dan longsor. Namun pada musim kemarau, juga dapat menyebabkan kekeringan.

Perbaikan insfrastruktur

Erma mengingatkan agar pemerintah membangun infrastruktur yang dapat memproteksi wilayah-wilayah rentan banjir semacam ini, terutama wilayah pesisir.

"Kemudian dicek semua tanggul-tanggul, apabila ada tanggul yang membutuhkan penanganan segera, kondisinya kritis. Dana-dana infrastruktur harus disiapkan untuk itu," kata Erma.

Selain itu perlu untuk mengecek kondisi sungai dari hulu ke hilir, apakah mengalami pendangkalan, sedimentasi atau penyempitan daerah aliran sungai.

Baca juga: Jalan Protokol Kebanjiran, Ekonomi Demak Terancam Lumpuh

Dihubungi terpisah, Abdul Muhari dari BNPB mengatakan pihaknya telah mengingatkan pemerintah daerah dan Kementerian PUPR untuk mengaudit infrastruktur perairan.

Pasalnya, tanggul-tanggul tua seperti yang jebol pada kasus banjir Demak dinilai sudah tidak lagi menghadapi beban yang harus ditanggung saat ini.

"Tentu saja saat tanggul itu dibangun tidak memperhitungkan tekanan populasi seperti sekarang," kata Abdul Muhari.

"Sangat banyak infrastruktur perairan kita, tanggul-tanggul sungai yang sudah cukup tua dan perlu diremajakan," sambungnya.

Untuk jangka panjang, Abdul juga mengatakan perlu membenahi drainase di perkotaan hingga restorasi ekosistem di hulu sungai untuk memastikan tersedia area resapan yang mencukupi.

--

Wartawan di Demak, Nur Misno berkontribusi dalam liputan ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali Dibunuh Usai Hubungan Sesama Jenis, Ini Kronologi dan Motifnya

Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali Dibunuh Usai Hubungan Sesama Jenis, Ini Kronologi dan Motifnya

Regional
2 Tersangka Pemalsuan Surat Tanah yang Libatkan Pj Walkot Tanjungpinang Ditahan

2 Tersangka Pemalsuan Surat Tanah yang Libatkan Pj Walkot Tanjungpinang Ditahan

Regional
2 Mobil Mewah Milik Tersangka Kasus Investasi Bodong Berkedok Bisnis BBM di Kalsel Disita

2 Mobil Mewah Milik Tersangka Kasus Investasi Bodong Berkedok Bisnis BBM di Kalsel Disita

Regional
Pengerjaan Jalan di Purworejo Dikeluhkan Warga, DPUPR Sebut Proses Lama karena Ini

Pengerjaan Jalan di Purworejo Dikeluhkan Warga, DPUPR Sebut Proses Lama karena Ini

Regional
Gubernur Kepri Minta Malaysia Lepas Nelayan Natuna yang Ditahan

Gubernur Kepri Minta Malaysia Lepas Nelayan Natuna yang Ditahan

Regional
Banjir di Sumsel Meluas, Muara Enim Ikut Terendam

Banjir di Sumsel Meluas, Muara Enim Ikut Terendam

Regional
Bunuh Anggota Polisi, Remaja di Lampung Campur Racun dan Obat Nyamuk ke Minuman Korban

Bunuh Anggota Polisi, Remaja di Lampung Campur Racun dan Obat Nyamuk ke Minuman Korban

Regional
Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy 'Turun Gunung' pada 17 Mei 2024

Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy "Turun Gunung" pada 17 Mei 2024

Regional
Menyoal Perubahan Status Kewarganegaraan Marliah yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia

Menyoal Perubahan Status Kewarganegaraan Marliah yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia

Regional
Susul Sekda Kota Semarang, Ade Bhakti Dijadwalkan Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PDI-P

Susul Sekda Kota Semarang, Ade Bhakti Dijadwalkan Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PDI-P

Regional
Pemuda di Sleman Lecehkan Mahasiswi, Awalnya Diajak Ngabuburit

Pemuda di Sleman Lecehkan Mahasiswi, Awalnya Diajak Ngabuburit

Regional
Kecelakaan Beruntun di Depan KIW Semarang, Satu Pengendara Tewas

Kecelakaan Beruntun di Depan KIW Semarang, Satu Pengendara Tewas

Regional
Dugaan Korupsi Lahan Hutan Negara, Keterlibatan Anak Bupati Solok Selatan Diselidiki

Dugaan Korupsi Lahan Hutan Negara, Keterlibatan Anak Bupati Solok Selatan Diselidiki

Regional
Tersangka Pembunuh Waria di Sukabumi Ditangkap di Bus Menuju Bogor

Tersangka Pembunuh Waria di Sukabumi Ditangkap di Bus Menuju Bogor

Regional
Banjir Rob Menyulap Hamparan Sawah di Pesisir Demak Menjadi Lautan

Banjir Rob Menyulap Hamparan Sawah di Pesisir Demak Menjadi Lautan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com