“Sementara roah di akhir bulan Ramadhan juga menjadi bentuk rasa syukur, kita sudah diberikan kesempatan kesehatan melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh,” kata Ramli.
Baca juga: Tradisi Unik di Makam Mbah Priok, Pedagang Tak Pernah Tutup Warung Meski Tidak Berjualan
Pengaksare Agung Majelis Adat Sasak Sajim Sastrawan menerangkan, tradisi roah merupakan tradisi yang sudah turun-temurun dilaksanakan oleh masyarakat suku Sasak Lombok sebelum masifnya syiar Islam oleh para sunan dari Jawa.
Menurut Sajim, kata roah berasal dari kata rawuh yang artinya menghadirkan atau mendatangkan. Sebagaimana dari arti kata tersebut, roah bisa diartikan menghadirkan banyak orang.
“Jadi roah ini diartikan dari bahasa Sasak lama, berasal dari kata rawuh, yang artinya menghadirkan, mendatangkan. Jadi roah ini bisa juga dimaknai berkumpul seperti mengajak soudara tetangga untuk berkumpul memperingati suatu peristiwa,” kata Sajim, sapaan akrabnya.
Baca juga: Tradisi Berbagi Kanji Rumbi untuk Menu Berbuka di Aceh
Kehadiran banyak orang untuk memperingati peristiwa, dengan cara memanjatkan doa adalah bukti rasa syukur terhadap Sang Pencipta atas suatu peristiwa penting yang akan atau telah dicapai masyarakat.
“Dari aspek kemasyarakatan secara sosilogis, roah ini juga satu cara instrumen bangsa Sasak ini untuk berkumpul mengucap rasa syukur atas suatu peristiwa yang telah maupun yang akan datang. Misalnya kita menyambut Ramadhan ini,” kata Sajim.
Baca juga: Meneguhkan Budaya Sasak di Tengah Kemajuan Zaman
Sajim menjelaskan, tradisi roah mempunyai banyak bentuk, di antaranya roah sifatnya untuk keluarga seperti melaksanakan syukuran pernikahan, dan ada roah untuk untuk keperluan komunitas atau kegamaan seperti yang dilakukan menyambut bulan puasa ini.
“Nah untuk roah menyanbut bulan Suci Ramadhan ini biasanya juga disebut roah bersinan atau petaek dulang yang artinya, roah membersihkan diri menyambut bulan suci Ramadhan,” kata Sajim.
Pada prinsipnya, kata Sajim, masyarakat Sasak tidak suka merayakan kebahagian secara individual, namun masyarakat Sasak selalu ingin berbagi atas kebahagian yang tengah didapatkan.
“Masyarakat sasak itu merasa belum cukup berdoa sendiri, merayakan kebahagian sendiri, dia harus menghadirkan saudara dan kerabat tetangga untuk hadir dan berdoa kepada Sang Pencipta,” ungkap Sajim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.