MATARAM, KOMPAS.com - Majelis Adat Sasak (MAS) Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), menggelar karya agung peringatan Piagam Gumi Sasak kesatu pada Minggu (17/12/2023).
Kegiatan tersebut dihadiri ratusan tokoh adat dari lima kabupaten dan kota di pulau seribu masjid itu.
Para tokoh adat tersebut terlihat mengenakan pakaian adat Sasak Subhanale dengan mengenakan keris yang disisipkan di depan dada.
Baca juga: Mengenal Desa Sade, Desa Adat Suku Sasak: Keunikan, Harga Tiket, dan Aturan
Ketua MAS Lalu Sajim Sastrawan mengatakan, sejak berdirinya MAS pada 2022, pihaknya ingin menghilangkan stigma Majelis Adat Sasak yang tertutup. Saat ini, Majelis Adat Sasak dapat diikuti oleh berbagai kalangan selama bertekad membangun kebudayaan, tokoh agama maupun etnik.
"Kalau dulu Majelis Adat Sasak terlihat eksklusif, tapi sekarang inklusif. Kenapa eksklusif, karena selalu identik bahwa bangsa Sasak itu Islam," ungkap Sajim.
Baca juga: Mengenal Genggong, Asal Musik Tradisional Khas Suku Sasak: Asal-usul dan Cara Memainkan
Padahal, dalam Majelis Adat Sasak itu terdapat berbagai agama, tidak hanya Islam. Tapi ada juga yang beragama Budha dan Hindu. Karena itulah, kesan eksklusifisme itu mulai dihilangkan.
"Ketika kesan eksklusifisme masih ada, kita tidak bisa melakukan kolaborasi dan penguatan," tambah Sajim.
Untuk memaksimalkan peran itu, MAS akan terus memperkuat sinergitas dengan semua elemen. Terutama dengan pemerintah daerah untuk melakukan intervensi baik hukum, pendidikan dan lainnya.
"Yang paling penting adalah nilai kearifan lokal itu, yang sudah terpatri di dalam hidup masyarakat masa kini yang penuh dengan nilai ini memang harus digemakan harus disiarkan kepada generasi muda kita," kata Sajim.
Menurutnya, perlu ada kiblat arah kebudayaan yang jelas untuk masa depan di tengah perkembangan pembangunan yang pesat di Lombok.