Salin Artikel

Melihat Tradisi Roah, Perekat Rasa Persaudaraan Masyarakat Sasak Saat Ramadhan

Sejumlah laki-laki bergegas melangkah ke masjid untuk melaksanakan tradisi roah saat Ramadhan 1445 Hijriah.

Anak-anak mengenakan busana muslim tampak gembira mengikuti langkah orangtuanya untuk mengikuti tradisi roah.

Roah merupakan ritual doa bersama yang dilakukan oleh kaum laki-laki di masjid. Para perempuan atau ibu-ibu rumah tangga berperan dalam menyiapkan hidangan yang diantarkan ke masjid dengan menggunakan dulang atau baki besar.

Dulang-dulang ini berisi berbagai macam makanan seperti opor ayam, opor telur, pecel, pelecing, dan masakan khas lainnya.

Ramli (53) tokoh masyarakat setempat menjelaskan bahwa roah merupakan tradisi rutin yang dilakukan setiap tahun di awal, pertengahan, dan akhir Ramadhan. 

Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur untuk menyambut kedatangan bulan suci dengan penuh sukacita.

"Roah ini memang tradisi setiap tahun, kita bersyukur dapat bertemu dengan bulan suci Ramadhan lagi," kata Ramli, Senin (18/3/2024).

Ramli menjelaskan bagaimana tradisi ini dilakukan.

“Pelaksanaan roah dimulai dengan para perempuan mengantarkan dulang berisi hidangan ke masjid. Kemudian, kaum laki-laki berkumpul di masjid untuk melakukan doa bersama yang dipimpin oleh seorang kiai atau Tuan Guru,” kata Ramli.

Selain sebagai wujud rasa syukur, tradisi ini juga dilakukan untuk mempererat persaudaraan.

“Setelah doa bersama selesai, tibalah saatnya untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan dalam dulang. Momen ini menjadi ajang silaturahmi dan kebersamaan bagi masyarakat Dusun Abu Dabi,” kata Ramli.

Selain dilaksanakan menyambut awal Ramadhan, roah juga dilakukan di pertengan bulan puasa dan di akhir bulan puasa.

“Roah ini juga dilakukan di pertengahan bulan Ramadhan, yang kita sebut juga roah balik ayat. Jadi balik ayat ini maksudnya mengganti ayat bacaan Quran saat pelaksanaan shalat tarawaih,” kata Ramli.

“Sementara roah di akhir bulan Ramadhan juga menjadi bentuk rasa syukur, kita sudah diberikan kesempatan kesehatan melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh,” kata Ramli.

Pengaksare Agung Majelis Adat Sasak Sajim Sastrawan menerangkan, tradisi roah merupakan tradisi yang sudah turun-temurun dilaksanakan oleh masyarakat suku Sasak Lombok sebelum masifnya syiar Islam oleh para sunan dari Jawa.

Menurut Sajim, kata roah berasal dari kata rawuh yang artinya menghadirkan atau mendatangkan. Sebagaimana dari arti kata tersebut, roah bisa diartikan menghadirkan banyak orang.

“Jadi roah ini diartikan dari bahasa Sasak lama, berasal dari kata rawuh, yang artinya menghadirkan, mendatangkan. Jadi roah ini bisa juga dimaknai berkumpul seperti mengajak soudara tetangga untuk berkumpul memperingati suatu peristiwa,” kata Sajim, sapaan akrabnya.

Kehadiran banyak orang untuk memperingati peristiwa, dengan cara memanjatkan doa adalah bukti rasa syukur terhadap Sang Pencipta atas suatu peristiwa penting yang akan atau telah dicapai masyarakat.

“Dari aspek kemasyarakatan secara sosilogis, roah ini juga satu cara instrumen bangsa Sasak ini untuk berkumpul mengucap rasa syukur atas suatu peristiwa yang telah maupun yang akan datang. Misalnya kita menyambut Ramadhan ini,” kata Sajim.

Sajim menjelaskan, tradisi roah mempunyai banyak bentuk, di antaranya roah sifatnya untuk keluarga seperti melaksanakan syukuran pernikahan, dan ada roah untuk untuk keperluan komunitas atau kegamaan seperti yang dilakukan menyambut bulan puasa ini.

“Nah untuk roah menyanbut bulan Suci Ramadhan ini biasanya juga disebut roah bersinan atau petaek dulang yang artinya, roah membersihkan diri menyambut bulan suci Ramadhan,” kata Sajim.

Pada prinsipnya, kata Sajim, masyarakat Sasak tidak suka merayakan kebahagian secara individual, namun masyarakat Sasak selalu ingin berbagi atas kebahagian yang tengah didapatkan.

“Masyarakat sasak itu merasa belum cukup berdoa sendiri, merayakan kebahagian sendiri, dia harus menghadirkan saudara dan kerabat tetangga untuk hadir dan berdoa kepada Sang Pencipta,” ungkap Sajim.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/20/033000078/melihat-tradisi-roah-perekat-rasa-persaudaraan-masyarakat-sasak-saat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke