Menurut Sarip, butuh kepedulian semua pihak agar standar protokol kesehatan pada Covid 19 digunakan dalam eliminasi TB diantaranya memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak.
Ketika semua orang patuh pada protokol kesehatan, maka selanjutnya masyarakat harus rutin memeriksa kesehatan ke faskes.
Hal itu karena ada jenis TB laten yaitu tidak ada gejala tetapi ada bakteri di tubuhnya, dan itu yang harus diobati sebelum menular ke orang lain.
Baca juga: Wujudkan Semarang Bebas TBC, Mbak Ita Tekankan Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektoral
Saat positif TB, penderita harus patuh minum obat. Pasien akan mendapat obat secara gratis melalui fasilitas kesehatan puskesmas maupun rumah sakit.
Orang di lingkungan sekitar, harus mengawasi penderita TB mengkonsumsi obat secara teratur.
Oleh karena itu, dalam komunikasi risiko eliminasi TB, ada peran terintegrasi dari lingkaran keluarga, tetangga, ketua RT, ketua RW, tokoh agama dan masyarakat sekitar yang semestinya mengetahui ada orang dengan TB di sana.
Dibutuhkan komunikasi risiko kepada keluarga, jika ada balita di dalam satu rumah yang ada pasien TB maka bayi itu harus minum obat selama 3 bulan. Itu dilakukan untuk pencegahan, karena anak dan lansia rentan terkena TBC.
Sementara, pada beberapa tahun terakhir, Kecamatan Sumbawa memiliki angka tertinggi kasus TB.
Ada banyak faktor yang memengaruhinya, antara lain kepadatan penduduk, tingginya mobilitas.
Penularan TB lewat droplet udara juga mudah terjadi saat masyarakat berinteraksi di ruang publik tanpa menerapkan protokol kesehatan, serta pemeriksaan sarana dan prasarana yang lengkap.
Baca juga: Informasi Obat Pencegah TBC Diluncurkan, Jurus WHO Tekan Kasus Global
“Pasien yang sudah sembuh, tidak akan menularkan lagi. Dan fase pengobatan selama 6 bulan itu, ada fase intensif dan aktif pada pasien, 2 bulan minum obat, pemeriksaan skotum tapi harus tetap minum obat selama 6 bulan.” ujar Sarip,
“Kendala yang kita hadapi, banyak pasien putus minum obat setelah 2 bulan karena merasa sembuh, padahal belum," pungkasnya.
Kabid Pelayanan RSUD Sumbawa, dr Nafriti Rachman menjelaskan layanan TB resistansi obat (RO) di RSUD Sumbawa didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana yang lengkap serta tenaga kesehatan terlatih dan kompeten di bidangnya.
“Untuk melayani pasien TB kami sudah memiliki dokter spesialis paru yang lengkap, perawat ahli gizi dan tim farmasi yang kompeten sehingga sudah siap melayani pasien,” kata Nafriti Selasa (27/2/2024).
Selain itu, fasilitas penunjang seperti tes cepat molekuler (TCM) dan radiologi dengan sistem artificial intelligence (AI) juga diharapkan mampu menjadikan pelayanan semakin prima.
Berdasarkan data, pada tahun 2021 total TBC terkonfirmasi 478 kasus, tahun 2022 per bulan Desember total kasus 763 sedangkan tahun 2023 total 230 kasus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.