Harmin ingin sekali mewujudkan hilirisasi industri pertanian di Konawe.
Artinya, hasil pertanian di Konawe tidak langsung dijual dalam bentuk gabah lagi oleh masyarakat setempat.
Tetapi, ada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di bidang pangan yang akan menangani dari mulai pemupukan hingga penjualan beras.
Selain itu, tidak berhenti sampai penjualan beras saja, tapi juga mampu memproduksi produk turunan dari beras.
"Itu baru beras, karena kalau berbicara hilirisasi pertanian, ini tidak hanya sampai beras, kita berharap ada prodak ikutannya, ada pabrik tepung beras, pabrik menir, nah itu yang mau kita bikin," ujar dia.
Selama ini, masyarakat Konawe langsung menjual gabah kepada tengkulak.
Ironisnya, tengkulang menjual gabah ke daerah lain seperti Makassar, lalu kembali lagi ke Konawe dalam bentuk beras kemasan.
Hal tersebut yang hendak diubah Harmin. Sebab, jika hilirisasi pertanian di Konawe berhasil, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertanian saja sudah besar.
Baca juga: Kisah Seorang Ibu Melahirkan di Atas Perahu yang Mogok di Perairan Konawe Selatan
"Kalau optimalisasi pertanian melalui hiliriasi industri, kita bisa mendapatkan Rp 1,5 triliun per tahun dari sektor padi saja," ujar dia.
Tak hanya padi, di sektor perkebunan, Konawe juga penghasil sawit.
Konawe memiliki 54.000 hektar perkebunan sawit dan 110.000 hektar lahan yang potensial untuk sawit. Wilayah ini juga punya 2 pabrik crude palm oil (CPO) yang beroperasi.
Sama seperti padi, ia ingin ada hiliriasi dari sawit, dengan membuat pabrik minyak goreng di Konawe.
"Kalau kita bicara hiliriasi industri, kita bukan (berhenti) di pabrik CPO (saja), tapi di Konawe kita harus bangun pabrik minyak goreng. Itulah fungsi dari BUMD untuk bermitra dengan pabrik yang punya minyak goreng," kata dia.