Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mahasiswa Papua Penerima Beasiswa Luar Negeri Terancam Putus Kuliah...

Kompas.com - 08/12/2023, 11:41 WIB
Pythag Kurniati

Editor

PAPUA, KOMPAS.com- Sejumlah mahasiswa penerima beasiswa otonomi khusus Papua di luar negeri telah diminta untuk angkat kaki dari kampus mereka karena menunggak biaya kuliah. Pemerintah Provinsi Papua mengatakan anggaran untuk melunasi biaya pendidikan para mahasiswa ini "belum tersedia".

Para mahasiswa yang terdampak pun mulai mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap implementasi otonomi khusus Papua di bidang pendidikan, yang menjadi landasan dibuatnya program beasiswa ini.

"Kalau sampai pendidikan anak-anak kami bermasalah lalu mereka dideportasi pulang, ini berarti kan kegagalan pemerintah. Ini bisa membuat kami, orang Papua, tidak percaya dengan implementasi Otonomi Khusus di Papua," kata John Reba, salah satu perwakilan orang tua mahasiswa penerima beasiswa kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Percaya Ada Dana Warisan Rp 50 Miliar, 2 Orang di Papua Kehilangan Rp 970 Juta akibat Penipuan Online

Mimpi membangun Papua

Calvin Valdira Hamadi, 22, begitu senang ketika dia dinyatakan lolos seleksi beasiswa unggul Papua untuk kuliah sarjana di Amerika Serikat pada 2020 lalu.

"Ini mimpi kami, mimpi orang-orang muda yang mencintai Papua dan kembali lagi untuk membangun Papua," kata Calvin kepada BBC News Indonesia.

Tetapi baru setengah jalan kuliahnya berjalan, impiannya seakan sirna.

Baca juga: Nyaris Putus Sekolah, Angga Lolos Beasiswa LPDP dan Jadi CEO Startup

Calvin diminta untuk pulang ke tanah kelahirannya di Papua tanpa gelar sarjana.

Itu karena pihak kampus sudah tidak bisa lagi mentoleransi tunggakan pembayaran biaya kuliahnya dari Pemprov Papua.

"'Tidak bisa, sudah tidak bisa. Waktu yang kami berikan sudah lama'," kata Calvin, mengulang pernyataan perwakilan kampusnya ketika dia memohon diberi waktu lebih untuk menyelesaikan tunggakan pembayaran uang kuliah pada awal November 2023 lalu.

Di sisi lain, Calvin mengaku sudah "amat sangat lelah" menagih komitmen pemerintah untuk membiayai kuliahnya di jurusan Matematika Terapan, Universitas Utah, Amerika Serikat.

Calvin adalah satu dari 3.178 mahasiswa Papua penerima beasiswa Siswa Unggul Papua yang dibiayai untuk kuliah di dalam maupun luar negeri.

Mereka telah berulang kali mempertanyakan hal ini kepada pemerintah.

Baca juga: KPK Periksa 6 Pegawai BPK Papua Barat soal Dugaan Pengondisian Temuan Pemeriksaan

Bahkan para orang tua dari mahasiswa penerima beasiswa ini juga pernah berunjuk rasa hingga menginap di kantor Gubernur Papua.

"Tapi pemerintah seperti tidak mendengar," kata Calvin.

Berulang kali pula, protes itu direspons dengan audiensi dan rapat bersama pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Tetapi sampai saat ini, hasilnya nihil.

Mundur ke beberapa bulan sebelumnya, Calvin pertama kali mengetahui bahwa Pemprov Papua menunggak pembayaran uang kuliahnya sejak 2022.

Waktu itu, Calvin mempertanyakan perihal tunggakan itu ke pemprov. Jawaban yang dia terima adalah, kewajiban pembayaran kini beralih ke pemerintah kabupaten dan kota.

Calvin dibuat bingung. Sebab beasiswa ini adalah program pemprov. Namun beberapa hari kemudian Pemprov Papua akhirnya menyicil 60% tunggakan uang kuliahnya.

Baca juga: Kapolda NTT Bakal Tindak Anggota Ormas Penganiaya Mahasiswa Papua Saat Demo di Kupang

Itu bukan akhir masalah bagi Calvin dan teman-temannya. Pembayaran uang kuliahnya pada Januari hingga Mei 2023 juga menunggak. Akun belajarnya kemudian diblokir.

Calvin mencoba bernegosiasi dengan kampus. Hasilnya, dia dan teman-temannya mendapat toleransi untuk melanjutkan kuliah pada semester berikutnya.

Tiga bulan berlalu, tidak ada pembayaran dari pemerintah. Tunggakan uang kuliahnya justru terus bertambah.

Pada 1 November lalu, pihak kampus sudah tidak bisa lagi menoleransi situasi ini.

Calvin menerima surat yang menyatakan bahwa pembayaran uang kuliahnya sebesar US$8.316,49 (Rp129 juta) telah jatuh tempo. Itu pun hanyalah tunggakan sejak semester Juli. Menurut Calvin, total tunggakan keseluruhan uang kuliahnya mencapai sekitar US$50.000 (Rp776,85 juta).

Pihak universitas masih memberi tenggat waktu 18 hari untuk pelunasan. Jika tidak, Calvin tidak bisa mendaftar untuk ikut semester selanjutnya.

"Aku rasanya emosi, tidak bisa berpikir, tidak bisa fokus, padahal aku sedang ada ujian saat itu," ujar Calvin.

Pemprov Papua sebut tak ada uang

Dia bersama lima orang teman lainnya yang menerima surat serupa kemudian berbagi tugas untuk menghubungi pemerintah, termasuk Badan Pembangunan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua.

"Kami bilang, 'Halo bu, pembayaran kami diberikan deadline 18 hari. Apakah kira-kira ada update atau informasi?' Mereka cuma bilang, 'Tidak ada uang'. Begitu saja. Sekalimat doang, 'Tidak ada uang'. Sudah, tidak ada selamat pagi atau apa," papar Calvin.

Tenggat waktu 18 hari kemudian terlewati tanpa ada solusi dari pemerintah.

Calvin dan teman-temannya masih berupaya meminta keringanan dari universitas. Pada titik ini, universitas menyatakan sudah terlalu lama menoleransi mereka.

"Mereka sudah menganggap ini serius. Mereka tidak akan bisa bantu apa-apa. Mereka sudah tidak kasih harapan apa-apa lagi untuk kami bisa lanjut," tuturnya.

"Aku sedih banget. Selama dua minggu aku tidak masuk kelas, down banget."

Baca juga: Panglima TNI Sebut Patroli Situasi Papua Juga Menggunakan Drone

Pada Selasa (05/12), Calvin kembali menerima email yang menyarankannya untuk kembali ke Indonesia, mengumpulkan uang, lalu melunasi tunggakan biaya kuliahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada ke PSI, Sekda Kota Semarang Ungkap Alasannya

Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada ke PSI, Sekda Kota Semarang Ungkap Alasannya

Regional
Umat Buddha di Candi Borobudur Lantunkan Doa Perdamaian Dunia, Termasuk untuk Palestina

Umat Buddha di Candi Borobudur Lantunkan Doa Perdamaian Dunia, Termasuk untuk Palestina

Regional
Pasangan Sesama Jenis Menikah di Halmahera Selatan Ditangkap, Polisi: Antisipasi Amukan Warga

Pasangan Sesama Jenis Menikah di Halmahera Selatan Ditangkap, Polisi: Antisipasi Amukan Warga

Regional
Bentrokan Warga di Kupang, 3 Rumah Rusak, 2 Sepeda Motor Rusak dan Sejumlah Orang Luka

Bentrokan Warga di Kupang, 3 Rumah Rusak, 2 Sepeda Motor Rusak dan Sejumlah Orang Luka

Regional
Deklarasi Maju Pilkada Lombok Barat, Farin-Khairatun Naik Jeep Era Perang Dunia II

Deklarasi Maju Pilkada Lombok Barat, Farin-Khairatun Naik Jeep Era Perang Dunia II

Regional
Begal Meresahkan di Semarang Dibekuk, Uangnya untuk Persiapan Pernikahan

Begal Meresahkan di Semarang Dibekuk, Uangnya untuk Persiapan Pernikahan

Regional
Resmikan Co-working Space BRIN Semarang, Mbak Ita Sebut Fasilitas Ini Akan Bantu Pemda

Resmikan Co-working Space BRIN Semarang, Mbak Ita Sebut Fasilitas Ini Akan Bantu Pemda

Kilas Daerah
Penertiban PKL di Jambi Ricuh, Kedua Pihak Saling Lapor Polisi

Penertiban PKL di Jambi Ricuh, Kedua Pihak Saling Lapor Polisi

Regional
Pria di Kudus Aniaya Istri dan Anak, Diduga Depresi Tak Punya Pekerjaan

Pria di Kudus Aniaya Istri dan Anak, Diduga Depresi Tak Punya Pekerjaan

Regional
Setelah PDI-P, Ade Bhakti Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PSI

Setelah PDI-P, Ade Bhakti Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PSI

Regional
Soal 'Study Tour', Bupati Kebumen: Tetap Dibolehkan, tapi...

Soal "Study Tour", Bupati Kebumen: Tetap Dibolehkan, tapi...

Regional
Ingin Bantuan Alat Bantu Disabilitas Merata, Mas Dhito Ajak Warga Usulkan Penerima Bantuan

Ingin Bantuan Alat Bantu Disabilitas Merata, Mas Dhito Ajak Warga Usulkan Penerima Bantuan

Regional
Anak Wapres Ma'ruf Amin Maju Pilkada Banten 2024

Anak Wapres Ma'ruf Amin Maju Pilkada Banten 2024

Regional
Gagal Jadi Calon Perseorangan di Pangkalpinang, Subari Lapor Bawaslu

Gagal Jadi Calon Perseorangan di Pangkalpinang, Subari Lapor Bawaslu

Regional
Kain Gebeng, Kain Khas Ogan Ilir yang Nyaris Punah

Kain Gebeng, Kain Khas Ogan Ilir yang Nyaris Punah

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com